MIKROBIOLOGI

MIKROBIOLOGI

Mikrobiologi adalah salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari kehidupan mikroorganisme atau disebut “mikroba” yang hanya dapat dilihat dengan alat bantu disebut mikroskop. Makhluk hidup yang tergolong mikroorganisme adalah virus, archaebacteria, eubacteria, jamur mikroskopis, protozoa, dan ganggang/alga mikroskopis (Park dan Artur, 2001). Mikrobiologi merupakan salah satu kompleks terbesar dari ilmu biologi yang berhubungan dengan berbagai disiplin ilmu dalam biologi. Selain memperlajari tentang kehidupan mikroba, mikrobiologi juga berkaitan dengan interaksi antara mikroba dengan manusia dan mikroba dengan lingkungan.

Contoh interaksi di atas, yakni; genetika, metabolisme, infeksi, penyakit, terapi obat, imunologi (kekebalan), rekayasa genetika, industri, pertanian, dan ekologi. Disiplin ilmu dalam biologi yang berkaitan dengan mikrobiologi dapat dilihat pada Tabel 1 (Park dan Artur, 2001). Kegunaan mikrobiologi sangatlah banyak, misalkan di bidang industri dan obat-obatan. Beberapa contoh bidang kehidupan yang didasarkan pada aplikasi dalam mikrobiologi dapat dilihat pada Tabel 2 (Park dan Artur, 2001). Contoh beberapa bidang dan pekerjaan dalam mikrobiologi dapat dilihat pada Gambar 1.

Tabel 1. Disiplin Ilmu Biologi yang Berkaitan dengan Mikrobiologi

Tabel 2. Bidang Kehidupan Hasil dari Aplikasi Mikrobiologi

Kehidupan mikroba sangatlah luas, seperti; di tanah, air, udara, makanan busuk, kulit manusia, kulit hewan, dll. Dalam Kehidupan, banyak mikroba yang diketahui menguntungkan dan juga tidak sedikit mikroba yang merugikan tumbuhan, hewan dan manusia (Sujudi, 2010). Suatu contoh: manusia bisa mengalami flu disebabkan oleh virus influenza. Industri tape dan kecap bisa membuat tape dan kecap dengan bantuan mikroorganisme S. cerevisiae dan A. wentii. Dokter spesialis penyakit diabetes, dapat memanfaatkan peran E.coli untuk pembuatan insulin, dll. Perlu diketahui bahwa mikrobiologi akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia.

Gambar 1. Bidang dan Pekerjaan dalam Mikrobiologi (Talaro dan Chess, 2018)

 

SEJARAH MIKROBIOLOGI

1. Era Pra-Pasteur
Mikrobiologi mulai dikenal karena penemuan mikroskop oleh Antony Van Leeuwenhoek (1632-1723) dan penemuan animalculus (hewan kecil). Lukisan Antony Van Leeuwenhoek dapat dilihat pada Gambar 2. Mikroskop menjadi kunci awal para peneliti bidang mikrobiologi untuk mengenal lebih jauh mengenai mikrobiologi (Pelczar dan Chan, 2008). Era Abiogenesis, yakni memanfaatkan mikroskop untuk penyelidikan dan menemukan makhluk hidup yang berasal dari benda tak hidup (bahan-bahan mati). Hewan kecil muncul dari rendaman jerami/air danau/air kolam. Tikus muncul dari tumpukan baju/kardus-kardus bekas. Kecoa muncul dari tumpukan kertas koran bekas. Koloni belatung yang muncul dari potongan daging (Nasution dan Rasyid, 2009). Era Biogenesis (1665-1799), para ahli melakukan penyelidikan dan pembuktian mengenai asal muasal makhluk hidup. Ahli yang melakukan pembuktian teori ini, yaitu F. Redi, L. Spalanzani, dan L. Pasteur. Era ini menyimpulkan bahwa makhluk hidup itu berasal dari benih yang ada di udara dan benih itu yang dihasilkan oleh makhluk hidup sebelumnya. Pada era ini dihasilkanlah konsep “Omne ovum ex vivo” (benih berasal dari makhluk hidup), “Omne vivum ex ovo” (makhluk hidup berasal dari benih), dan “Omne vivum ex vivo” (makhluk hidup sekarang berasal dari makhluk hidup sebelumnya). Era biogenesis ini disebut sebagai era peruntuhan teori abiogenesis (generatio spontanea).

Gambar 2. Lukisan Profil Antony Van Leeuwenhoek, Manusia Pertama Di Dunia yang Pernah Melihat Animalculus (Sumber: Talaro dan Chess, 2018)

2. Era Pasteur
Di era ini, Pasteur berusaha memperkuat teori biogenesis yang ada pada era sebelumnya dengan hasil risetnya. Pasteur perpandangan bahwa mikroba yang ditemukan dalam udara tersebar secara tidak merata. Dia melakukan penelitian di Laboratorium untuk menguji pandangannya atau hipotesisnya. Peralatan lab yang hingga kini dikenal dan terkenang pada era Pasteur ialah labu berbentuk seperti “leher angsa”. Melalui labu ini, hipotesis Pasteur dapat dibuktikan dan hasilnya hipotesis dapat diterima. Labu leher angsa terbuka mampu memerangkap mikroba yang tersebar di udara secara sempurna sehinga kaldu yang berada di dalam labu itu tetap jernih. Akhirnya, Pasteur dapat memperkuat teori biogenesis dengan menyatakan bahwa makhluk hidup sekarang berasal dari makhluk hidup sebelumnya (omne vivum ex vivo). Foto Louis Pasteur disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Foto Louis Pasteur, Bapak Mikrobiologi Yang Berkontribusi Besar Pada Ilmu Mikrobiologi (Sumber: Talaro dan Chess, 2018)

Di era ini, juga ditemukan suatu teknik dalam membunuh mikroba yang dikenal dengan teknik sterilisasi yaitu suatu teknik dengan pemanasan dan tekanan tinggi. Selain teknik sterilisasi, ditemukan kisaran panas yang mampu membunuh bakteri adalah sebesar 62 °C. Selai itu, ditemukan mikroba-mikroba yang mampu mengubah (mentransformasi) bahan organik kompleks menjadi sederhana melalui teknik fermentasi, seperti: pemanfaatan bakteri dalam pembuatan yogurt dan yakult, pemanfaatan jamur mikroskopis dalam pembuatan tape, tempe, keju, roti, dll (Person, 2004).

3. Era Pasca-Pasteur
Dikenal dengan Era Robert Koch (1843-1910), sebuah penelitian yang mampu mengisolasi kuman dari organisme yang sakit dan menyempurnakan teknik kultur kuman serta teknik identifikasi kuman yang terisolasi (Person, 2004). Korch menjadi inspirasi bagi para peneliti karena dia mencetuskan 4 postulat yang membuka pikiran semua peneliti-peneliti selanjutnya. Kesimpulan 4 postulat Korch ialah: (1) mikroba tertentu selalu ditemukan pada organisme yang sakit, (2) mikroba dapat diisolasi dari organisme yang sakit dan dapat ditumbuhkan menjadi biakan murni pada medium di Laboratorium, (3) biakan murni mikroba bila diberikan pada organisme sehat dapat menimbulkan penyakit dan (4) mikroba dapat diisolasi kembali dari organisme yang telah terinfeksi. Foto Robert Koch dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Foto Robert Koch (Bawah-Mengamati Objek Dengan Mikroskop) dan Richard Pfeiffer (Atas) (Sumber: Talaro dan Chess, 2018)

4. Era Antibiotik dan Pasca-Antibiotik
Era Antibiotik (1940-1960), penemuan antibiotik dari berbagai mikroba, seperti; penisilin dari jamur Penicillium notatum, vaksin virus, dan teknologi kultur sel hewan (Mirzawati, 2015). Era Pasca Antibiotik (1960-1975), penemuan stuktur DNA “double helix” oleh Watson dan Crick, penemuan enzim rektriksi endonuklease, penemuan fragment DNA virus dan DNA E. coli. Tahun 1980-1982, penetapan kloning insulin manusia dengan bantuan DNA bakteri E. coli untuk mengobati penderita diabetes melitus.
5. Era Mikrobiologi Molekuler
Bermula dari penemuan sekuen ribosomal RNA (rRNA) oleh Carl Woese Tahun 1960 (Wren dan Dorrell, 2002). Selanjutnya, penemuan teknologi PCR (Polymerase Chain Reaction) oleh Kary Mullis (1986) sebagai revolusi biologi molekuler untuk pengadaan atau perbanyakan DNA (Sumaryanto, 2012). Penemuan di atas memang benar-benar membuka pikiran para ilmuan tahun 1990-an untuk melakukan penelitian mikrobiologi di tingkat molekuler.

Pemanfaatan sekuen rRNA dan PCR di bidang Mikrobiologi mempermudah para peneliti untuk mendeteksi secara cepat dan akurat. Saat ini, aplikasi teknik PCR sangatlah luas, seperti; isolasi gen bakteri, DNA sequencing, diagnosa influenza A (H1N1), deteksi infeksi gonore, deteksi infeksi Klamidia, dan deteksi infeksi Trikomoniasis Vaginal (Widowati, 2013). Aplikasi mikrobiologi molekuler juga merambah pada penelitian farmakologi yang bertujuan menemukan antibiotik melalui teknik genom mikroba untuk antibiotik target (Fan dan McDevitt, 2002). Di sisi lain, bidang pertanian banyak yang memanfaatkan mikroba sebagai bioinsektisida untuk meningkatkan hasil panen dan penanggulangan penyakit tanaman. Selain pengendalian hama tanaman, mikroba juga dapat digunakan untuk menekan pertumbuhan serangga vektor parasit yang menyebabkan penyakit pada manusia, seperti: pengendalian nyamuk Aedes, Anopheles, dan Culex sp.

Aplikasi ilmu mikrobiologi dalam penelitian masa kini sebagai berikut. (1) Fatimawali (2013), mampu mendeteksi bakteri resisten merkuri isolat S3.2.2 yang diperoleh dari limbah tambang rakyat dengan metode amplifikasi 16S rRNA dengan teknik PCR. (2) Radji dkk (2010), mampu mendeteksi cepat bakteri Escherichia coli dalam sampel air dengan metode PCR menggunakan Primer 16E1 dan 16E2. (3) Lina dkk (2004), mengunakan uji PCR untuk deteksi virus Hepatitis C. (4) Putra dkk (2013), mendeteksi variasi gejala penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) pada beberapa jenis daun tanaman jeruk dengan aplikasi teknik PCR. (5) Taringan (2011), mampu mendeteksi agen penyakit dengan menggunakan PCR-ELOSA (Polymerase Chain Reaction Enzyme Linked Oligonukleotide Sorbent Assay). (6) Dwiyitno (2010), mampu mengidentifikasi bakteri patogen pada produk perikanan dengan teknik molekuler (reaksi polimerase berantai/PCR). (7) Himawan dkk (2010), mampu mendeteksi Candidatus Liberibacter asiaticus, penyebab Huanglongbing pada jeruk Siem dengan menggunakan PCR. (8) Menezes dkk (2013), mampu mengenali 162 protein macrophage penginfeksi Leishmaniae dengan metode proteomik. (9) Prayitno (2014), mampu mengendalikan larva nyamuk Aedes aegypti dan Culex quinquesfasciatus dengan menggunakan bioinsektisida entomopatogen. Miselium jamur entomopatogen dapat menyumbat saluran pencernaan dan pernapasan larva nyamuk, sehingga larva mengalami kematian disebabkan kekurangan nutrisi dan oksigen. (10) Prayitno dan Hidayati (2020), mampu memanfaatkan ekstrak daun tanaman Zodia (Evodia suaveolens) sebagai antibakteri dan antijamur tanaman buah naga.

CIRI-CIRI VIRUS, ARCHAEBACTERIA, DAN EUBACTERIA

Tahukah kalian tentang virus, archaebacteria, dan eubacteria?, mungkin kalian akan menjawab, tentu saja tahu karena meraka sering menyebabkan penyakit, namun ada juga yang bermanfaat bagi manusia. Virus merupakan partikel yang dapat menyebabkan berbagai penyakit pada mikroorganisme, tumbuhan, hewan maupun manusia. Kemampuannya dalam menginfeksi inang sangatlah luar biasa. Archaebacteria dan eubacteria pun jadi sasaran dari infeksi virus karena berupa sel. Sel prokariotik seperti archaebacteria dan eubacteria memiliki organel-organel sel namun masih sederhana sehingga digolongkan pada kelompok prokariota. Archae dan eubacteria adalah mikroba yang memiliki kemampuan tinggi dalam menyesuaikan diri pada lingkungan.

Berdasarkan kemampuan dari ketiganya, para ahli biologi memanfaatkannya dalam penelitian laboratorium. Diawali dari hasil penelitian para ahli biologi inilah, bukti-bukti penting dalam biologi terpecahkan; seperti gen terbuat dari asam nukleat, mekanisme molekuler tentang replikasi DNA. Teknik memanipulasi dan mentranfer gen dari satu organisme ke organisme lain. Pada bab ini kita akan mempelajari tentang biologi virus, archaebacteria, dan eubacteria. Biologi virus meliputi; ciri-ciri, struktur, klasifikasi, reproduksi, dan peran virus dalam kehidupan. Biologi archaebacteria dan eubacteria meliputi; struktur dan bentuk, klasifikasi, reproduksi, dan peran dalam kehidupan.

1. Virus
Virus merupakan partikel kecil berdiameter 20 nm yang mampu menginfeksi organisme seperti bakteri, alga, jamur, protozoa, tumbuhan, hewan, dan manusia. Ilmu yang mempelajari tentang kehidupan virus disebut dengan virologi. Terdapat beberapa pandangan terkait struktur virus dalam kajian Biologi. Pertama, virus tidak bisa hidup sendiri tanpa adanya inang sehingga virus dikatakan sebagai benda tak hidup. Kedua, virus mempu mengarahkan bagaimana ia bertindak sebagai partikel menular dan mampu berkembangbiak. Virus mampu menyebabkan penyakit karena virus merupakan parasit obligat intraseluler yang hanya dapat berkembangbiak dengan menyerang sel inang dan melepaskan materi genetik dan metabolisme untuk melepaskan sejumlah virus baru (Park dan Arthur, 2001).
Struktur Virus
Virus memiliki ukuran 20–1000 nm. Virus hanya memiliki lapisan eksternal yang disebut kapsid dan mengandung asam nukleat (DNA atau RNA saja) serta enzim. Virus tersusun atas protein pembungkus (terkadang tertutupi oleh selubung yang tersusun atas lipid, protein, dan karbohidrat) yang mengelilingi asam nukleat. Adanya sintesis dari struktur yang terspesialisasi yang dapat mentransfer asam nukleat ke sel yang lain. Virus memiliki sedikit enzim atau bahkan tidak memiliki enzim (Tortora dkk, 2010). Virus tidak memiliki inti sel, organel, dan sitoplasma yang dikenal dengan istilah aselular. Virus dapat bereplikasi (memperbanyak diri) hanya pada sel inang hidup, sehingga disebut parasit obligat intraseluler. Virion merupakan sebuah partikel virus yang mengandung asam nukleat (DNA atau RNA saja), kapsid, dan pembungkus eksternal atau amplop (Black, 2008). Ringkasan struktur umum partikel virus dapat dilihat pada Gambar 5.

 

Gambar 5. Ringkasan Struktur Umum Partikel Virus (Sumber: Park dan Arthur, 2001)

Carter (2007) menambahkan bahwa genom virus dikemas dan dibungkus oleh sebuah struktur protein yang disebut dengan kapsid. Kapsid tersusun atas banyak molekul protein yang disebut dengan kapsomer. Berdasarkan tipe kapsomernya, bentuk umum kapsid virus adalah heliks atau ikosahedral. Kapsid berfungsi untuk melindungi genom dan mengenali sel inang. Kapsid heliks memiliki kapsomer yang berbentuk batang dengan ikatan kovalen untuk membentuk serangkaian cakram berlubang yang menyerupai gelang. Cakram tersebut akan berhubungan dengan cakram lain untuk membentuk heliks asam nukleat yang melingkar. Virus yang memiliki bentuk kapsid ini adalah TMV (Tobacco Mozaic Viruses) dan virus influenza, campak, dan rabies (Park dan Arthur, 2001). Kapsid ikosahedral mengandung 252 molekul protein yang tersusun membentuk kapsid polisahedral dengan sisi 20 triangular. Virus yang memiliki kapsid ikosahedral adalah Adenovirus (Campbell dkk, 2008). Syahrurachman (2010)menambahkan bahwa Herpesvirus, Papovavirus, dan Reovirus juga memiliki kapsid ikosahedral.

Klasifikasi Virus
Menurut Black (2008), sebelum ditemukan struktur dan sifat kimia pada virus. Para ahli Virologi mengklasifikasikan virus berdasarkan jenis inang yang diinfeksi. Sehingga, virus dikelompokkan menjadi virus bakteri (bakteriofag), virus tanaman, dan virus hewan. Virus hewan dikelompokkan menjadi; dematropic (virus penginfeksi kulit), neurotropic (virus penginfeksi jaringan saraf), viscerotropic (virus penginfeksi saluran pencernaan), dan pneumatropic (viirus penginfeksi saluran pernapasan).

Carter (2007) menjelaskan saat ini untuk keperluan klasifikasi virus maka digunakan beberapa karakteristik yaitu: (1) apakah mengandung asam nukleat berupa DNA atau RNA, (2) apakah asam nukleat berupa untai tunggal atau ganda, (3) apakah genom tersegmentasi, (4) ukuran virion, (5) apakah kapsid memiliki simetri heliks dan ikosahedral, dan (6) apakah virion telanjang atau terselimuti. Black (2008) menambahkan klasifikasi virus berdasarkan asam nukleat dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Klasifikasi Virus berdasarkan Asam Nukleat

Replikasi Virus (Bakteriofag)

Menurut Black (2008), secara umum replikasi bakteriofag terdiri atas lima tahap, yakni: (1) adsorpsi, (2) penetrasi,  (3) sintesis, (4) pematangan, dan (5) pelepasan. Replikasi virus secara umum dapat dilihat pada Gambar 6. Park dan Arthur (2001) menambahkan bahwa penjelasan kelima tahap reproduksi virus secara umum sebagai berikut.

1. Adsorpsi (Perlekatan pada permukaan sel inang)
Adsorpsi terjadi bila molekul virus mengenali molekul (reseptor) pada selubung eksternal bakteri inang. Bagian bakteri inang yang berfungsi sebagai reseptor virus adalah molekul permukaan dinding sel, pili, dan flagel. Bila ekor virus sudah melekat di permukaan bakteri, maka posisi ini akan memberikan peluang pada virus untuk melakukan penetrasi.
 
2. Penetrasi (Pemasukan asam nukleat)
Virus yang berada di luar bakteri inang kondisinya tetap tidak aktif. Namun, virus memiliki mekanisme yang bagus agar asam nukleatnya (DNA/RNA) masuk dalam sitoplasma bakteri inang, yaitu penyuntikan DNA/RNA melalui ekor virus yang sudah melekat di permukaan bakteri inang. Asam nukleat virus yang berapa di bagian dalam sel bakteri akan mampu menyelesaikan siklus hidupnya.
 
3. Sintesis (Perakitan komponen-komponen virus baru)
Masuknya DNA/RNA virus pada bagian dalam bakteri inang akan memberikan perubahan besar pada kegiatan sel bakteri inang. DNA virus akan mengalihkan aktivitas genetik dan metabolik bakteri inang. Akan tetapi, bakteri inang akan menyalin DNA virus yang akan digunakan untuk mensintesis komponen virus baru, seperti: (1) protein penutup lubang penetrasi pada permukaan bakteri inang agar tidak hancur, (2) enzim untuk menyalin genom (DNA) virus, (3) protein pembentuk kapsid dan bagian ekor virus, dan (4) protein yang membantu melemahkan dinding sel bakteri sehingga memungkinkan virus baru keluar sel bakteri inang. Pada fase ini virus akan memanfaatkan semua molekul di sitoplasma, ribosom, dan pasokan energi bakteri inang. Bagian virus yang pertama dirakit adalah kapsid dan ekor. DNA virus akan dimasukkan ke dalam kapsid sebelum kapsomer benar-benar bergabung dan sebelum kapsid bersatu dengan ekor.
 
4. Pematangan
Setelah semua komponen-komponen virus baru disintesis di dalam sel bakteri inang. DNA akan masuk pada kapsid dan kapsid akan menyatu dengan ekor virus, sehingga menjadi virus baru. Jumlah virus baru terus bertambah di dalam sel bakteri inang sampai pada batas tertentu sesuai volume sel inang, kurang lebih 3000-4000 partikel virus (virion). Virus-virus baru itu akan memanfaatkan semua molekul yang ada di sitoplasma sel inang sampai mereka siap untuk keluar dari sel inang.
 
5. Pelepasan Virus Baru dari Sel Inang
Pelepasan virus baru dapat terjadi melalui 2 cara, yaitu pelepasan virus telanjang dan virus kompleks ketika sel bakteri inang pecah (lisis). (1) Pelepasan virus telanjang, diawali dari nukleokapsid melekat pada membran plasma bagian dalam dan membentuk budding virus sehingga virus telanjang tadi memiliki selubung ekternal yang berasal membran plasma sel bakteri inang. (2) Pelepasan virus komplek, terjadi ketika protein yang melemahkan dinding sel berfungsi sehingga dinding sel bakteri inang mengalami kerusakan (lisis). Akhirnya virus kompleks dapat keluar dari sel bakteri inang.

Campbell dkk (2008) menambahkan bahwa siklus replikasi virus penginfeksi bakteri (bakteriofag) dapat dilakukan dengan dua mekanisme, yakni: siklus litik dan lisogenik.

1. Siklus Litik
Siklus ini menyebabkan bakteri inang rusak total karena terjadi lisis (pecah), peristiwa ini mempermudah virus-virus baru keluar dari bakteri inang. Di bawah ini merupakan penjelasan dari tahap-tahap pada siklus lisis.
a. Pelekatan (adsorpsi)
Serat virus berikatan dengan reseptor spesifik pada permukaan bakteri inang (E. coli)
b. Masuknya DNA virus (penetrasi/injeksi) dan degradasi DNA inang
Seludang virus berkontraksi untuk menyuntikkan DNA ke dalam sel bakteri inang dan DNA sel bakteri inang dihidrolisis.
c. Sintesis genom dan protein virus
DNA virus mengarahkan produksi protein-protein dan salinan (perbanyakan) genom virus melalui enzim dan komponen-komponen sel bakteri inang.
d. Perakitan
Protein-protein yang terpisah merakit menjadi kapsid dan bagian lain virus. Genom virus dimasukkan ke dalam kapsid saat kepala virus terbentuk.
e. Pelepasan virus-virus baru
Virus memproduksi sejenis enzim yang merusak dinding sel bakteri inang, membuat cairan luar sel masuk, sel menggembung dan akhirnya sel bakteri inang pecah. 100-200 virus baru dapat keluar dari sel bakteri inang.

Gambar 6. Reproduksi Virus Secara Umum (Sumber: Black, 2008)

 

2. Siklus Lisogenik

a. Perlekatan (adsorpsi)
Virus berikatan dengan reseptor permukaan sel bakteri inang.
b. Memasukkan DNA virus
Virus menyuntikkan DNA ke dalam sel bakteri inang. DNA berbentuk sirklular (melingkar) di dalam sel bakteri inang.
c. Penggabungan DNA virus dengan DNA inang (profag)
Bergabungnya DNA virus dengan DNA inang yang disebabkan oleh beberapa faktor tertentu. DNA virus yang tergabung itu disebut profag.
d. Perbanyakan profag
Perbanyakan profag terjadi karena sel bakteri inang melakukan pembelahan biner secara normal. Salinan Profag akhirnya terwariskan pada sel-sel anakan bakteri inang. Pembelahan sel bakteri inang berlangsung berkali-kali sehingga menghasilkan populasi yang besar yang juga terinfeksi oleh profag.
e. Pelepasan profag dari sel bakteri inang
Tekadang profag terlepas dari DNA sel bakteri inang dan mampu mensintesis komponen-komponen virus baru. Jika komponen virus baru (DNA-kapsid-ekor) sudah menyatu, maka virus baru akan keluar dari sel bakteri inang dengan mekanisme lisis.
Peranan Virus
Menurut Syahrurrachman (2010), virus penyebab penyakit pada manusia dapat diketahui dari tempat perkembangbiakannya saat menginfeksi, seperti: (1) saluran pernapasan, (2) saluran pencernaan, (3) kulit dan mukosa genitalia, serta (4) plasenta. Nama virus dan penyakit yang ditimbulkan berdasarkan tempat perkembangbiakan dapat diperlihatkan pada Tabel 4 di bawah.

Tabel 4. Nama Virus dan Penyakit yang Ditimbulkan Berdasarkan Tempat Perkembangbiakan

Ahli Epidemiologi memperkirakan 15% dari penyakit kanker manusia dikarenakan dari infeksi virus. Terdapat 6 virus yang diketahui berhubungan dengan kanker pada manusia. Virus Epstein Barr (EBV) yang ditemukan pada anak-anak di Afrika yang menderita penyakit tumor ganas. Tumor ganas ini menyebabkan pembengkakan dan kerusakan rahang. Human popillomavirus (HPV) menunjukkan hubungan yang kuat dengan beberapa kanker pada manusia. HPV ini menyebabkan kutil jinak, karsinoma (neoplasma jaringan epitel) serviks dan rahim. 99,7% dari semua kasus kanker serviks disebabkan oleh HPV yang tertular secara seksual. Virus Hepatitis B (HBV) menyebabkan kanker hati. Virus Herpes 8 menyebabkan kanker sel-sel endotel pembuluh darah atau sistem limfatik. Retrovirus menyebabkan kanker pada sel darah putih (Black, 2008).

Black (2008) menjelaskan mekanisme virus penyebab kanker, yaitu papilliomavirus (keluarga Papovaviridae) yang menyebabkan kanker pada manusia menginfeksi sel dan DNA virus tetap berada dalam sitoplasma sel host dengan kondisi aktif. DNA virus berintegrasi dengan DNA sel host, kemudian replikasi tidak teratur pada protein viruspun terjadi. Protein virus ini menyebabkan sel host membelah tak terkendali. Disisi lain, beberapa protein virus juga meblokir gen supresor tumor yang mencegah pembelahan sel yang tak terkendali. Ketiadaan produk dari gen supresor menyebabkan sel host mengalami pembelahan sel yang tak terkedali dan tumor berkembang. Mekanisme virus penyebab kanker pada manusia dapat dilihat pada Gambar 7.

 

Gambar 7. Mekanisme Virus Penyebab Kanker pada Manusia (Sumber: Black, 2008)

 

ARCHAEBACTERIA

Struktur dan Bentuk Archaebacteria
Archaea merupakan organisme tunggal dan sederhana. Archaea memiliki susunan dinding sel dengan senyawa peptidoglikan yang khusus dan membran lipid yang unik (Park dan Arthur, 2001). Hogg (2005) menambahkan bahwa pada membran sel Arcahea ditemukan senyawa isoprene pada asam lemak dengan ikatan eter yang bercabang, sedangkan pada membran sel Eubacteria terdapat senyawa gliserol dengan ikatan ester dan tidak bercabang. Perbedaan komposisi membran sel Archaea dan Eubacteria dapat dilihat pada Gambar 8.

 

Gambar 8. Perbedaan komposisi membran sel archaea dan eubacteria (Sumber: Hogg, 2005)

Selain perbedaan pada komposisi membran sel, Archae dan Eubacteria juga memiliki perbedaan pada komposisi dinding selnya. Dinding sel Archaea mengandung senyawa N-acetylglucosamine dan asam N-asetyltalosaminuronic, serta tidak ditemukan asam N-asetylmuramic seperti yang terdapat pada sel Eubacteria (Hogg, 2005). Komposisi dinding sel Archaea seperti terlihat pada Gambar 9 di bawah ini.

 

Gambar 9. Komposisi dinding sel Archaea (Sumber: Hogg, 2005)

Klasifikasi Archaebacteria

Archaea diklasifikasikan menjadi 3 kelompok besar, seperti yang diuraikan di bawah ini.
1. Kelompok metanogen: Kelompok Archaea ini mampu merubah CO2 dan H2 menjadi gas metana (CH4) melalui jalur kompleks. Archaea ini hidup pada lingkungan anaerob (pada lumpur), dasar sedimen danau dan laut. Gas yang dihasilkan dari mikroorganisme ini bisa dikonversikan menjadi bahan bakar (Black,2008). Metanobacteriales: Methanobacterium.
2. Kelompok halofil ekstrim yang hidup dengan lingkungan dengan kadar garam tinggi. Kelompok ini tidak hanya ditemukan di laut saja, melainkan juga berada pada dasar laut, danau bergaram, dan ikan dengan konsentrasi garam tinggi. Mikroorganisme kelompok ini memiliki pigmen merah yang digunakan untuk mensintesis ATP dengan bantuan cahaya (Tortora dkk, 2010). Halobacteriales: Halobacterium; Halococcus.
3. Kelompok hipertermofil merupakan mikroorganisme yang mampu beradaptasi pada lingkungan dengan temperatur tinggi antara 80-105 0C. Archaea ini biasanya hidup di air vulkanis (Black, 2008). Crenarchaeota (Gram negatif): Desulfurococcales: Pyrodictium dan Sulfolobales: Sulfolobus.

Reproduksi Archaebacteria

Reproduksi Archea extremofil ialah secara aseksual dengan menggunakan endospora (Park dan Arthur, 2001). Campbell dkk (2008) menambahkan bahwa endospora terbentuk karena sel awal menyalin kromosomnya dan salinan itu dilindungi dengan dinding yang kukuh agar menjadi endospora. Air yang ada pada endospora dihilangkan dan metabolismenya berhenti. Selanjutnya, sel awal akan hancur dan menyisakan endospora. Ketika lingkungan membaik, endospora akan melakukan rehidrasi (pengambilan air) dan melanjutkan kembali metabolismenya sampai menjadi sel Archaea. Siklus hidup Archaeobacteria pada lingkungan ekstrim seperti nampak pada Gambar 10.

Gambar 10. Siklus Hidup Archaeobacteria pada Lingkungan Ekstrim

(Sumber: Park dan Arthur, 2001)

Peranan Archaebacteria

Menurut Garrett dan Klenk (2007), Archaea extremofil ini memiliki peran yang sangat baik pada industri bioteknologi. Beberapa anggota Archaea yang dapat hidup pada dua kondisi ekstrim yakni suhu tinggi dan pH rendah (50-80 0C dan pH 0-4), seperti: Acidianus, Ferroplasma, Picrophilus, Sulfolobus dan Thermoplasma. Thermoasidofil ini memberikan sistem enzim yang menarik dan komponen sel yang aktif dalam kondisi temperatur dan pH tinggi. Selain itu, beberapa jenis Archea dapat menerima kondisi ekstrim lainya, seperti: tekanan tinggi (Paleococcus ferrophilus dan Thermococcus barophilus), radiasi tingkat tinggi atau senyawa racun (Pyrococcus furiosus), dan air serta pasokan gizi rendah (Halobacterium sp.). Akhirnya, Archaea extremofil sebagai sumber enzim dan senyawa lainnya.

Peran Archaea extremofil pada industri bioteknologi dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Biokatalis dari Archaea:
a. Enzim pengolahaan pati: biokimia pada titik didih air (enzim glukosil hidrolase)
b. Enzim degradasi selulosa (enzim endoglukanase)
c. Enzim degradasi Xilan atau polimer hemiselulosa (enzim xilalolitik)
d. Enzim degradasi khitin (enzim khitinolitik)
e. Enzim proteolitik (enzim protease)
f. Enzim pengolaah DNA (DNA polimerase)
g. Menghasilkan enzim alkohol dehidrogenase, esterase, dan aminoasilase
h. Enzim degradasi nitril (enzim nitrilase)
2. Sel sebagai biokatalis
a. Biomining
b. Dekontaminasi dan produksi hidrogen

 

EUBACTERIA

Struktur dan Bentuk Eubacteria

Eubacteria merupakan organisme bersel tunggal atau uniseluler. Ukuran diameter Eubacteria dari 0,5 sampai 2 µm.  Eubacteria hidup menempel pada substrat atau membentuk koloni. Terdapat tiga bentuk utama Eubacteria yakni coccus (bulat), bacilus (batang), dan spiral. Selain tiga bentuk di atas juga terdapat beberapa bentuk lainnya yakni bentuk cocobacilus (batang yang pendek), vibrio (bentuk lengkungan), spirillum atau spirochete/berbentuk spiral dan silinder (Park dan Arthur, 2001).

Bentuk sel di atas masih sangat bervariasi misalnya pada bentuk coccuc yang masih dapat dibedakan menjadi diplococci (cocus berpasangan), tetrad, staphilococci (gugus yang mirip kumpulan buah anggur), streptococci (rantai dari banyak sel coccus), dan sarcina (berbentuk kubus). Variasi bentuk bacilus lebih sedikit dibandingkan dengan bentuk coccuc. Menurut Campbell (2008), variasi bentuk bacilus  antara lain diplobacili (batang berpasangan) dan streptobacil (rantai sel batang). Selain ketiga bentuk sel bakteri di atas terdapat beberapa penambahan bentuk sel bakteri yakni berbentuk bintang (misalnya pada Genus Stella), berbentuk kotak dan segitiga (Tortora, 2010). Gambar 11 berikut ini merupakan  bentuk sel Eubacteria.

Struktur sel bakteri tersusun atas flagela, pili, fimbriae, kapsul, dinding sel, membran sel, sitoplasma, ribosom, granul, nukleoid, plasmid, dan endospora (Black, 2008). Flagela  merupakan alat gerak untuk bakteri yang motil. Beberapa bentuk flagel pada bakteri antara lain monopolar monotrika, monopoler lofotrika, bipoler amfitrika, dan peritrika. Gambar 3.8 merupakan bentuk bakteri dengan berbagai macam flagel. Fimbria yang merupakan organ tambahan yang pendek dan menyerupai benang, dan lebih kecil dari flagela yang memiliki fungsi untuk melekatkan diri dengan sel bakteri lain atau sel organisme lain. (Tortora, 2010). Terdapat Pili yang berperan dalam konjugasi atau tonjolan yang berperan mendekatkan dua sel yang akan melakukan transfer DNA dari satu sel ke sel yang lain. Motilitas Eubacteria menunjukkan taksis yakni mendekati atau menjauhi stimulus (misal stimulus berupa zat kimia disebut dengan kemotaksis). Misalnya Eubacteria yang mendekatai nutrien disebut dengan kemotaksis positif sedangkan Eubacteria yang menjauhi zat racun disebut dengan kemotaksis negatif (Campbell,2008).

Gambar 11. Bentuk-bentuk  Sel Bakteri (Sumber: Black,2008)

Berdasarkan komposisi dinding selnya, Eubacteria dibedakan menjadi dua yanki eubacteria gram positif dan gram negatif. Eubacteria gram positif memiliki dinding sel yang lebih sederhana dengan jumlah peptidoglikan yang lebih banyak sedangkan pada Eubacteria gram negatif tersusun atas struktur peptodoglikan yang lebih sedikit dan terdapat lipopolisakarida (Campbell, 2008). Gambar 12 merupakan struktur dinding sel Eubacteria gram positif dan gram negatif.

Gambar 12. Bentuk Flagel pada Bakteri: (a) Peritricus, (b) Monotricus polaris, (c) Lophotricus pular, dan (d) Amphitrhricus polar (Sumber: Black, 2008)

Kapsul yang merupakan lapisan lendir yang berupa polisakarida yang berfungsi mencegah kekeringan bagi mikroba. Dinding sel tersusun atas mukopolisakarida atau peptodoglikan yang menyediakan komponen struktural yang dapat menahan tekanan osmosis. Membran sitoplasma bersifat semipermeabel (Tortora dkk, 2010). Ribosom sel Eubacteria tersusun atas subunit kecil dan subunit besar yang berisi protein dan RNA. Ribosom terletak di sitoplasma dan membentuk kelompok yang disebut dengan polyribosom. Volutin merupakan granula di dalam sel yang kaya fosfat organik. Granul tidak terbungkus oleh membran, berisi spesifik substasnsi misalnya glikogen atau polipospat (Black, 2008). Spora bakteri (endospora) dapat berbentuk bulat maupun panjang dimana terbentuk jika keadaan memburuk atau terjadi faktor yang merugikan (Tortora dkk, 2010). Tahap-tahap pembentukan endospora dapat dilihat pada Gambar 13.

 

Gambar 13. Struktur Penyusun Dinding Sel Eubacteria Gram Positif dan Gram Negatif (Sumber: Black, 2008)

Pada inti sel tidak terdapat membran inti dan di dalam inti sel terdapat DNA dan RNA. Materi genetik pada sel Eubacteria tidak hanya yang terdapat pada kromosom melainkan juga terdapat diluar kromosom (ekstrakomosom) yang disebut dengan plasmid. Plasmid memiliki ukuran yang lebih kecil dari kromosom yang berbentuk molekul DNA rantai ganda melingkar. Plasmid mampu mereplikasi diri dan mampu memblok gen sehingga mampu berpindah dari sel bakteri ke sel lain. Sel Eubacteria yang kehilangan plasmid tidak akan berpengaruh terhadap fungsi sel itu sendiri. Beberapa plasmid mengkode beberapa resistensi terhadap antibiotik (Glazer dan Nikaido, 2007). Gen plasmid mampu bergabung dengan kromosom inang, oleh karena itu plasmid seringkali digunakan untuk kloning gen.

Siklus Hidup Eubacteria

Eubacteria  melakukan sporulasi dengan membentuk endospora. Pembentukan endospora dilakukan sebagai respon terhadap lingkungan, metabolisme, dan sinyal siklus sel. Mikroorganisme ini membentuk endospora ketika nutrisi (misal karbon atau nitrogen) di lingkungan sedikit (Black, 2008).  Secara umum siklus hidup pada Eubacteria dapat dilihat pada Gambar 14 di bawah ini.

Pada siklus vegetatif Eubacteria dimulai dengan replikasi DNA dan inti sel memanjang yang disebut dengan inti sel aksial yang membentuk dua kromosom melalui replikasi yang akan mendukung pembelahan biner. Pembelahan sel pada Eubacteria dilakukan dengan pembelahan biner dimana sebuah sel diduplikasi menjadi dua sel yang memiliki komponen yang sama. Sintesis DNA dan replikasi kromosom pada Eubacteria dilakukan sebelum terjadi pembelahan sel. Pembelahan sel yang tidak sempurna menghasilkan beberapa bentuk Eubacteria misal staphylococcus, tetrad, sarcina, dll. Gambar 15 menunjukkan mekanisme pembelahan sel yang terjadi pada Eubacteria.

 

Gambar 14. Siklus Hidup Eubacteria

(Sumber: Black, 2008)

Gambar 15. Proses pembelahan biner pada Eubacteria (Sumber: Black, 2008)

Klasifikasi Eubacteria

Menurut Tortora, dkk (2010), klasifikasi Eubacteria dapat diuraikan sebagai berikut.
Proteobacteria
Alphaproteobacteria
1. Caulobacterales, genus Caulobacter
2. Rickettsiales: genus Ehrilichia (patogen intraseluler obligat pada manusia); genus Rickettsia (patogen intraseluler obligat pada manusia); Wolbachia (bersimbiosis dengan insekta)
3. Hizobiales: genus Agrobacterium (patogen pada tanaman); Batonella (patogen pada manusia); Beijerinckia (hidup bebas dengan nitrogen); Bradyrizhobium (bersimbiosis dengan nitrogen); Brucelia (patogen pada manusia); Hypomicrobium; Nitrobacter (nitrifikasi); Rhizobium (mingikat nitrogen bebas)
4. Rhodopspirillales: Acetobacter (memproduksi asam asetat); Azospirillum (mengikat nitrogen); Gluconobacter (Memproduksi asam asetat); Rhodasprillum (fotosintesis, anaerob)
Betaproteobacteria
1. Burkholderiales: Burkholderia (patogen); Bordetella (patogen pada manusia); Sphaerotilus
2. Hydrogenophilales: Thiobacillus (oksidasi sulfur)
3. Neisseriales: Neisseria (patogen pada manusia)
4. Nitrosomonadales: Nitrosomonas (Nitrifikasi); Spirillum (air yang menggenang)
5. Rhodocyclacales: Zooglea
Gammaproteobacteria
1. Chromatiales: Chromatium (fotosintesis)
2. Thiotrichales: Beggiatoa (oksidasi sulfur); Thiomargarita (Bakteri raksasa); Francisella (patogen manusia)
3. Legionellales: Legionella (Patogen manusia); Coxiella (patogen intraseluler obligat pada manusia)
4. Pseudomonadales: Azomonas (hidup mengikat nitrogen); Azobacter (hidup mengikat nitrogen); Moraxella (Patogen pada manusia); Pseudomonas (Patogen)
5. Vibrionales: Vibrio (patogen manusia)
6. Enterobacteriales: Citrobacter (patogen); Enterobacter (patogen); Erwinia (patogen pada tanaman); Escherihia (bakteri normal usus); Klebsiella (patogen); proteus (bakteri alami usus); salmonella (patogen manusia); serratia (patogen); shigella (patogen manusia); yersinia (patogen manusia)
7. Pasteurellales: Haemophilus (patogen manusia); Pasteurellia (patogen manusia)
Deltaproteobacteria
1. Bdellovibrionales: Bdellovibrio (bakteri merugikan)
2. Desulfovibrionales: Desulfobrio (mereduksi sulfat)
3. Myxococcales: Myxocuccus; dan stigmatella
Epsilonproteobacteria
1. Campylobacterales: Campylobacter (patogen manusia); Helocobacter (patogen manusia)
Nonproteobacteria, Bakteri Gram negatif (Cyanobacteria)
1. Anabaena (fotosintesis, aerob)
2. Gleocapsa (fotosintesis, aerob)
Chlorobi
1. Chlorobium (fotosintesis, anaerob)
Chlorofelxi
1. Chloroflexus (fotosintesis, anaerob)
Firmicutes (Bakteri Gram Positif)
1. Clostridiales: Clostridiusm (Anaerob, endospora, patogen manusia); Epulopiscium (bakteri raksasa);  Sarcina
2. Mycoplasmatales: Mycoplasma (tidak ada dinding sel, patogen manusia); Spiroplasma (tidak ada dinding sel, pleomorfik, patogen tumbuhan); Ureoplasma (tidak ada dinding sel)
3. Bacillales: Bacillus (endospora); Listeria (patogen manusia); Staphylococcus (beberapa patogen)
4. Lactobacillales: Enterococcus (patogen); Lactobacillus (penghasil asam laktat); Streptococcus (patogen manusia)
Actinobacteria (Bakteri Gram Positif)
1. Actinomycetales: Actinomyces (Berbentuk benang, patogen manusia); corynebacterium (patogen manusia); Frankia (simbiosis dengan nitrogen); Gardnerella (patogen manusia); Mycobacterium (asam lemak, patogen manusia); Nocardia (filamen, bercabang, patogen); propionibacterium (penghasil asam propionik); streptomyces (berbenang, penghasil antibiotik)
Plantomycetes
1. Planctomycetales: plarictomyces (tidak ada peptodoglikan di dinding sel); Gemmata (tidak ada peptodoglikan di dinding sel)
Chlamydiae
1. Chlamydiales: Chlamydia (parasit intraseluler, patogen manusia); Chlamydophila (parasit intraseluler, patogen manusia)
Spirochaetes
1. Spirochaetales: Borrelia (patogen manusia); Leptospira (patogen manusia); Treponema (patogen manusia)
Bacteroidetes
1. Bacteroidales: Bacteroides (jalur pencernaan manusia); provotella (pada mulut manusia)
Fusobacteria
1. Fusobacteriales: Fusobacterium (jalur pencernaan pada manusia); Streptobacillus (patogen pada manusia)
 
Reproduksi Seksual Eubacteria
 
Transformasi dan Transduksi DNA

Peristiwa yang terjadi bila sebuah sel nonpatogenik yang hidup mengambil DNA yang membawa alel bagi patogenisitas dari lingkungan (medium sel mati atau sel patogenik yang sudah lisis). Alel akan digabung dalam kromosom sel untuk menggantikan alel nonpatogenik melalui pertukaran segmen-segmen DNA homolog. Akhirnya, sebuah sel tadi merupakan rekombinan karena kromosomnya mengandung DNA dari dua sel yang berbeda (Campbell dkk, 2008). Peristiwa di atas dikenal dengan transformasi DNAEubacteria.

Campbell dkk (2008), menambahkan bahwa transduksi DNAEubacteria terjadi kerena bakteriofag (virus penginfeksi bakteri) awalnya membawa gen-gen bakteri sel inang pertama. Gen-gen (DNA) bakteri yang terbawa oleh bakteriofag tidak dapat digandakan karena bakteriofag tidak memiliki materi genetiknya. Selanjutnya, jika bakteriofag menginfeksi sel inang kedua, maka DNA dari sel inang pertama (donor) akan disemprotkan ke dalam sel inang kedua (resipien). DNA sel donor akan mampu menggantikan wilayah homolong dari kromosom sel resipien melalui rekombinasi DNA. Akhirnya, sel resipien merupakan sel rekombinan karena kromosonnya berasal dari DNA dua sel.  Gambar 16 di bawah merupakan transformasi dan transduksi Eubacteria.

Gambar 16. Transformasi dan Transduksi Eubacteria (Sumber: Black, 2008)

Konjugasi

Transfer materi genetik (DNA) dari satu sel ke sel yang lain (dari spesies sama atau berbeda) dengan bantuan pili konjugasi (pili seks) disebut peristiwa konjugasi. Peristiwa ini terjadi, jika sel bakteri donor menggunakan pili seksnya untuk melekat ke sel bakteri resipien. Setelah melekat, seketika pili seks memendek dan membuat dua sel (donor-resipien) mendekat. Kemudian, pili seks mentransfer DNA sel donor ke sel resipien. Kegiatan konjugasi bisa berlangsung karena kehadiran plasmid F (plasmid fertilisasi) yang membentuk pili seks dan mendonasikan DNA selama peristiwa konjukasi (Campbell dkk, 2008). Mekanisme reproduksi secara konjugasi dapat dilihat pada Gambar 17 di bawah ini.

Gambar 17. Mekanisme Konjugasi pada Eubacteria (Sumber: Black, 2008)

Peranan Eubacteria

Menurut Glazer dan Nikaido (2007), peran bakteri di bidang bioteknologi sangatlah besar di era sekarang. Peran bioteknologi mikroba sebagai berikut.
1. Therapeutik manusia
Terapi manusia dengan menggunakan sejumlah protein hasil kloning gen (seperti: Escherichia coli).
2. Obat hasil metabolit sekunder bakteri

Hasil metabolisme sekunder beberapa bakteri dapat dimanfaatkan untuk anti bakteri, anti jamur, obat kanker, immunosupresan, herbisida, dll. Contoh: Doxorubicin adalah metabolit sekunder dari Streptomyces peucetius yang dapat digunakan untuk mengobati tumor stadium akhir. Lovastatin (mevinolin) adalah agen penurun kolesterol pada manusia dan hewan yang berasal dari metabolit sekunder jamur Aspergillus terreus. Evermectin adalah senyawa aktif yang dihasilkan oleh bakteri Streptomyces avermitilis dapat digunakan untuk cacing dan arthropoda parasid.

3. Pengendali hama pertanian

Bakteri Bacillus thuringiensis mampu mengendalikan serangga hama pertanian dengan menggunakan endotoksinya.

4. Berperan dalam pembuatan makanan

Beberapa bakteri dapat membantu pengolahan bahan makanan menjadi makanan siap santap. Misalkan: pembuatan yogurt dengan memanfaatkan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Pembuatan acar dengan bantuan bakteri Lactobacillus plantarum dan Pediococcus dextrinicus.

5. Bakteri pengikat nitrogen

Beberapa bakteri sangat berperan dalam bidang pertanian karena kemampuannya mengikat nitrogen bebas dan mengubahnya menjadi senyawa nitrogen yang dapat digunakan oleh tumbuhan untuk tumbuh. Misalkan: spesies bakteri Rhizobium, Bradyrhizobium, dan Frankia.

6. Pengolahan air limbah

Bakteri spesies Zoogloea berperan penting dalam pengolahan limbah.

7. Bioremidiasi

Beberapa bakteri dapat digunakan untuk mengurangi polutan berbahaya yang terdapat di lingkungan. Misalkan:  (1) Bakteri Geobacter sulfurreducens mampu menguraikan Uranium menjadi ion urasil. (2) Bakteri Pseudomonas aeruginosa mampu menguraikan logam berat menjadi ion phospat.

Willey, dkk (2009) menambahkan mikroorganisme juga dapat digunakan untuk pembuatan biofuel (bahan bakar fosil) dari pemanfaatan bahan organik (nabati). Contohnya: (1) gas metana dihasilkan dari aktivitas bakteri Methanobacterium (spesies Archaea), dan (2) gas etanol dari aktivitas bakteri Zymomonas dan Thermoanaerobacter. Selain biofuel, mikroorganisme juga dapat digunakan untuk pembuatan biosurfaktan (molekul ampifilik yang memiliki bagian hidrofobik dan hidrofilik). Biosurfaktan dapat dihasilkan dari isolasi produk ekstrakseluler bakteri Pseudomonas.

 

FUNGI, PROTOZOA, DAN ALGA

Fungi merupakan organisme eukariot yang memiliki bentuk beragam. Fungi tidak bisa disebut sebagai tumbuhan karena dia tidak mempunyai pigmen fotosintesis sehingga fungi dikenal sebagai organisme saprofit. Di laboratorium, para peneliti banyak menggunakan fungi sebagai media untuk menguasai ilmu biologi. Hasil-hasil penelitian tentang fungi, memberikan pemahaman pada kita tentang bagaimana cara memanfaatkan fungi dalam kehidupan dan juga bagaimana kita dapat melindungi diri dari bahaya fungi.

Protozoa dan alga dikelompokkan dalam kingdom tunggal yaitu protista. Namun, banyak peneliti juga menyebutkan bahwa banyak protista yang memiliki kesamaan dengan tumbuhan, hewan, dan fungi. Protozoa lebih dikenal sebagai organisme parasit pada hewan dan manusia. Akan tetapi, berbeda dengan alga karena alga lebih bersifat menguntungkan bagi kita dan ekosistem sekitarnya.

Dalam bab ini, kita akan mengenal lebih jauh tentang fungi, protozoa, dan alga. Kita akan mempelajari ciri-ciri umum fungi, reproduksi fungi, klasifikasi dan peran fungi dalam kehidupan. Selain itu, kita juga akan mempelajari ciri-ciri umum protozoa dan alaga, reproduksi alga, klasifikasi protozoa dan alga, reproduksi alga, serta peranan alga dalam kehidupan. Selanjutnya, mempelajari cici-ciri umum cacing parasit, klasifikasi dan siklus hidup cacing parasit.

Fungi

Ciri-ciri Umum Fungi

Fungi atau jamur merupakan organisme eukariotik. Selain memiliki inti yang bermembran dan organel-organel sitoplasma bermembran. Di dalam sitoplasma juga terdapat daerah noncoding yang disebut intron, membran yang mengandung sterol, dan ribosom tipe 80S. Tubuh jamur berbentuk filamen, disebut hifa dan pertumbuhannya hanya pada bagian apikal. Hifa tumbuh menjadi jaringan yang disebut miselium. Namun, beberapa jamur tumbuh berbentuk sel tunggal “yeast” (seperti Saccharomycescerevisiae) dan berkembangbiak dengan tunas serta beberapa dapat beralih antara fase ragi dan fase hifa sesuai dengan kondisi lingkungan yang disebut jamur dimaorfik atau jamur dua bentuk (Deacon, 2006). Morfologi miselium dan hifa jamur multiseluler dapat dilihat pada Gambar 18.

Deacon (2006) menambahkan bahwa jamur bersifat heterotrof (kemoorganotrof) yakni mendapatkan senyawa organik sebagai sumber energi dan sebagai kerangka karbon untuk sintesis sel. Campbell dkk (2008) menambahkan bahwa jamur tidak seperti hewan, jamur tidak menelan makanannya melainkan jamur mengabsorpsi nutrien dari lingkungan di luar tubuhnya. Jamur mengekskresikan enzim-enzim hidrolisis dengan konsentrasi tinggi di sekeliling makanannya. Enzim-enzim itu memecah senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa-senyawa yang lebih kecil (sederhana) sehingga jamur dapat menyerap senyawa organik (nutrien) ke dalam tubuh dan menggunakannya. Jamur lain, menggunakan enzim-enzim tersebut untuk menembus dinding sel tumbuhan dan integumen hewan, sehingga jamur dapat menyerap nutrisi dari sel tumbuhan dan sel hewan.

Dinding sel jamur tersusun atas kitin dan glukan (polimer glukosa dengan dominasi β-1,3 dan β-1,6), namun senyawa selulosa pendek juga terdapat pada beberapa jamur primitif. Jamur memiliki karbohidrat larut dan senyawa penyimpanan termasuk manitol dan gula alkohol lainya, trehalosa, dan glikogen. Jamur mengandung inti haploid, namun hifa jamur sering memiliki beberapa inti dalam setiap kompartemen hifa, dan banyak ragi pemula yang diploid (Deacon, 2006).

Black (2008) menjelaskan kebanyakan jamur molds dan mushroom disebut dengan jamur multiseluler, namun yeast (ragi) disebut uniseluler. Semua jamur memiliki enzim lisosim yang berguna mencerna sel-sel yang rusak dan membantu jamur patogen untuk menyerang host (inang). Beberapa jamur seperti sel yeast memiliki plasmid yang dapat digunakan untuk mengklon gen asing ke dalam sel yeast melalui teknik rekayasa genetika. Sel hifa pada jamur dipisahkan oleh sekat dinding yang disebut septa (septum: tunggal).

Gambar 18. Morfologi Miselium dan Hifa Jamur Multiseluler (Sumber: Black, 2008)

Pori-pori pada sel hifa jamur memungkinkan kedua sitoplasma dan inti untuk melewati hifa. Beberapa jamur memiliki septa yang begitu banyak pori, namun ada beberapa jamur tertentu dengan septum pori tunggal dengan organel yang disebut tubuh Woronin. Ketika sel hifa rusak, tubuh Woronin bergerak untuk menutup pori-pori sehingga bahan sel yang rusak tidak tercampur dengan sel yang sehat (Black, 2008).

Carlile (2001) menambahkan bahwa para ahli telah mengelompokkan jamur berdasarkan ukuran menjadi 2, yaitu: (1) jamur makroskopis (makrofungi) seperti jamur yang sering dikonsumsi dan jamur payung beracun, dan (2) jamur mikroskopis (mikrofungi) seperti jamur penyebab penyakit pada tanaman. Para ahli menemukan bahwa jamur mikroskopis terdiri atas hifa yang mampu menghasilkan spora dan mikrofungi  ini ditemukan menyerang bahan organik mati.

Pembahasan di sini lebih terfokus pada jamur mikroskopis, karena jamur makroskopis akan dibahas lebih terperinci pada bahasan Mikologi.

Struktur Yeast (Ragi)

Yeast (Sel ragi) adalah jamur uniseluler yang tumbuh dengan budding (tunas) dan bukan berbentuk hifa. Misalkan Saccharomycescerevisiae (Kelas Ascomycota), Cryptococcus spp. (Kelas Ascomycota), dan RoseusSporobolomyces (Kelas Basidiomycota). Beberapa jamur yang bersifat dimorfik, yaitu mampu beralih antara hifa dan bentuk yeast dalam merespon perubahan kondisi lingkungan seperti Candida albicans (Kelas Ascomycota) yang menjadi patogen serius pada manusia (Deacon, 2006). Morfologi mikrofungi dapat dilihat pada Gambar 19.

Umumnya sel ragi memiliki tunas dari satu atau lebih di bagian permukaan selnya. Tunas berada pada titik tumbuh tertentu (budsite), kemudian tunas semakin memanjang sebelum berubah ke bentuk bulat dengan sintesis komponen dinding baru atas seluruh permukaan sel. Ketika tunas mencapai bentuk akhir, inti sel induk bermigrasi ke lokasi tunas dan terbagi, sehingga satu inti tetap di sel induk dan inti kedua di sel anak (Deacon, 2006).

Gambar 19. Morfologi Mikrofungi (Sumber: Deacon, 2001)

Menurut Deacon (2006), pemisahan antara sel induk dan sel anak pada yeast ditandai dengan terbentuknya septum. Pada Saccharomyces pemisahan terjadi saat sebuah cincin pembatas yang terbuat dari kitin dibentuk pada situs “leher”, kemudian cincin pembatas itu memperluas sampai menjadi lingkaran kitin pembatas yang lengkap antara sel induk dan anakan. Selanjutnya sel-sel terpisah secara enzimatik dari dinding antara lingkaran kitin dan sel anak. Proses pemisahan ini meninggalkan bekas luka kuncup (tunas) pada sel induk, dan bekas luka lahir pada sel anak. Bekas luka pada sel induk dan sel anak dapat diamati dengan mikroskop cahaya, sedangkan lingkaran kitin pada sel induk dapat diamati dengan mikroskop fluoresen. Struktur sel ragi Saccharomycescerevisiae dapat dilihat pada Gambar 20.

Pewarna fluorescent dapat mengikat kitin, sehingga dengan mikroskop fluoresen jumlah bekas luka kuncup pada permukaan sel dapat dihitung. Saccharomycescerevisiae dikenal dengan ragi tunas multipolar karena tunas selalu dihasilkan dari titik tunas (budsite) yang berbeda pada permukaan sel, sedangkan beberapa sel ragi lain menunjukkan tunas bipolar yakni tunas selalu muncul dari posisi yang sama, biasa di kutub sel.

Gambar 20. Struktur Sel Ragi Saccharomycescerevisiae (Sumber: Deacon, 2001)

Taksonomi sel ragi sangat sulit karena kurangnya fitur morfologi yang jelas, sehingga pada beberapa tahun terakhir ini para ilmuwan tergantung pada pendekatan molekuler. Bukti terbaru dari sel ragi Ascomycetous yang menunjukkan bahwa ia termasuk monofiletik (bentuk satu filamen). Ascomycetous bukan Ascomycota miselium dan juga bukan ragi spesies Schizosaccharomyces yang tidak punya tunas melainkan membentuk filamen dengan pembentukan sekat kedalam sel seperti batu bata (Arthrospora atau Arthrokonidia).

Kavanagh (2005) menambahkan bahwa ragi adalah uniseluler (seperti kebanyakan dari filum Askomycetes, Basidiomycetes, atau Deuteromycetes). Ukuran sel dapat bervariasi kisaran 2-50 mm untuk panjang dan lebar sebesar 1-10 mm. Sel ragi yang terkenal adalah S.cerevisiae umumnya berbentuk elips dengan diameter sebesar 1-10 mm. Morfologi sel ragi sangat beragam dalam hal warna, tekstur, dan geometri (perifer/kontur) dari koloni raksasa. Keragaman bentuk sel ragi (Kavanagh, 2005) dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Keragaman Bentuk Sel Ragi

Reproduksi Fungi

Deacon (2006) menjeaskan jamur berkembangbiak dengan baik secara aseksual dan seksual, dan menghasilkan spora. Spora jamur bervariasi dalam bentuk, ukuran, dan sifat lain yang berkaitan dengan penyebaran atau kelangsungan hidupnya. Black (2008) menambahkan bahwa reproduksi aseksual pada sel yeast (ragi) selalu melibatkan pembelahan sel mitosis melalui tunas. Pembelahan sel mitosis pada Ragi dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21. Pembelahan Sel Mitosis pada Ragi (Sumber: Black, 2008)

Reproduksi seksual jamur dapat terjadi melalui beberapa cara. Salah satu cara, gamet haploid bersatu dan sitoplasma tercampur dalam proses yang disebut plasmogami. Akan tetapi, jika inti gagal untuk bersatu pada sel dikariotik maka akan bertahan untuk beberapa pembelahan sel. Akhirnya, inti fusi (melebur) yang disebut kariogami untuk menghasilkan sel diploid. Kemudian sel-sel induk tersebut akan menghasilkan sel haploid baru. Beberapa jamur juga dapat melakukan reproduksi secara seksual selama dalam bentuk sel dikariotik pada siklus hidupnya (Black, 2008). Siklus hidup jamur melalui fase haploid, dikariotik, dan diploid. Reproduksi seksual pada jamur dapat dilihat pada Gambar 22.

Gambar 22. Reproduksi Seksual Jamur (Sumber: Black, 2008)

Klasifikasi Fungi

Black (2008) menjelaskan bahwa klasifikasi jamur didasarkan oleh fase seksual dalam siklus hidupnya. Secara umum, jamur diklasifikasikan menjadi 4 Filum, yaitu: (1) Zygomycota, (2) Ascomycota, (3) Basidiomycota, dan (4) Deuteromycota.

Filum Zygomycota

Jamur Zygomycota memiliki miselium kompleks yang terdiri dari hifa tanpa sekat (septum) dengan dinding yang terbuat dari senyawa kitin. Jamur Zygomycota bereproduksi dengan cara konjugasi. Contohnya: Jamur roti hitam, Rhizopus sp. dan jamur roti lainya seperti Mucor. Morfologi jamur roti hitam (Rhizopus sp.) dapat dilihat pada Gambar 23. Jamur roti memiliki hifa yang tumbuh pesat sepanjang permukaan substrat. Beberapa hifa jamur roti mampu menghasilkan spora yang mudah terbawa oleh angin. Ketika spora jamur roti berada di substrat yang tepat, spora akan berkecambah membentuk hifa baru.

Gambar 23. Morfologi Jamur Roti Hitam (black bread mold), Rhizopus sp.(Sumber: Black, 2008)

Hifa baru tersebut mampu menghasilkan cabang hifa positif (+) dan negatif (-) yang tumbuh bersama dari strain yang berbeda. Hifa positif (+) dan negatif (-) ini bergabung menjadi jamur konjugasi. Selanjutnya, terjadi peleburan inti antar hifa positif (+) dan negatif (-) untuk membentuk zigot. Masing-masing zigot mengandung Zygospora, sebuah struktur bertahan dengan dinding tebal yang mampu menghasilkan spora. Informasi genetik dalam Zygospora berasal dari dua strain hifa, sedangkan spora berasal dari stran tunggal.

Filum Ascomycota

Jamur Ascomycota terdiri atas 30.000 spesies dan termasuk yeast a (sel ragi). Jamur ini memiliki dinding sel yang terbuat dari kitin dan tidak menghasilkan spora berflagel. Namun, pengecualian pada beberapa sel ragi yang tidak membentuk hifa. Hifa jamur Ascomycota mengandung septa dengan pori sentral. Hifa jamur ini juga menghasilkan askus saat reproduksi seksual. Reproduksi aseksual jamur filum ini menghasilkan fase spora yang disebut konidia dari ujung hifa yang termodifikasi.

Pada reproduksi seksual, satu strain hifa memiliki askogonium besar, dan strain lain yang berdekatan memiliki anteredium lebih kecil. Struktur itu selanjutnya bergabung (fusi), inti sel jamur berbaur dan sel-sel hifa dengan inti dikariotik tumbuh dari massa penggabungan tersebut. Akhirnya, inti dikariotik melebur (fusi) untuk membentuk zigot. Inti zigot membelah untuk membentuk 8 inti di setiap askus. Setiap askus membentuk 8 askospora. Reproduksi seksual jamur Ascomycota dapat dilihat pada Gambar 24.

Gambar 24. Reproduksi Seksual Jamur Ascomycota (Sumber: Black, 2008)

Beberapa jamur Ascomycota sangat menarik dalam Mikologi. Neurospora ini penting karena askospora yang telah memberikan informasi genetik. Penicillium notatum mampu menghasilkan antibiotik penisilin, P.roquefortii dan P. camemberti bertanggungjawab untuk warna, tekstur, dan rasa keju Requefort dan Camemberti. Sel ragi seperti genus Saccharomyces, mampu melepaskan karbon dioksida (CO2) dan alkohol sebagai produk metabolisme fermentasi dan digunakan untuk ragi roti serta membuat alkohol dalam bir dan anggur. Di lain hal, jamur patogen manusia pada filum Ascomycota seperti Candida albicans menyebabkan infeksi jamur vagina. Trichophyton penyebabkan infeksi kaki atlet dan Aspergillus dengan infeksi pernapasan oportinistik. Spesies dari genus Blastomyces dan Histoplasma menyebabkan infeksi pernapasan dan dapat menyebar ke seluruh tubuh.

Filum Basidiomycota

Jamur Basidiomycota memiliki hifa yang berkumpul membentuk miselia (miselium: tunggal), dan juga memiliki struktur seksual berbentuk cup yang disebut basidia. Siklus hidup khusus Basidiomycetes, spora seksual disebut basidiospora akan berkecambah membentuk hifa bersekat (bersepta) dan hifa berkecambah menjadi miselia. Sel-sel miselia bersatu menjadi bentuk dikariotik. Miselium dikariotik tumbuh dan menghasilkan basidia, yang pada gilirannya menghasilkan basidiospora. Struktur jamur Basidiomycota seperti nampak pada Gambar 25.

Gambar 25. Struktur Jamur Basidiomycota(Sumber: Black, 2008)

Contoh jamur filum Basidiomycota adalah jamur payung, jamur karat, dan jamur api. Jamur karat dan jamur api parasit pada tanaman dan penyebab kerusakan tanaman yang sangat parah. Beberapa jamur, seperti Amanita mampu menghasilkan racun yang dapat mematikan manusia. Claviceps purpurea yang menghasilkan racun. Zat racun ini dalam jumlah kecil dapat digunakan untuk mengobati sakit kepada migrain dan menginduksi kontraksi uterus, tetapi dalam jumlah besar dapat mematikan. Ragi Cryptococcus menyebabkan infeksi pernapasan oportunistik, yang bisa berakibat fatal jika tersebar ke sistem saraf pusat, penyebab miningitis dan infeksi otak. Ragi ini semakin terlihat pada pasien AIDS.

Filum Deuteromycota

Jamur Deuteromycota atau disebut dengan fungi imperfecti “tidak sempurna” karena jamur ini tidak memiliki fase seksual dalam siklus hidupnya. Tanpa informasi tentang fese seksual maka jamur ini agak berbeda dengan filum-filum jamur lainnya. Namun, berdasarkan karakter vegetatif dan produksi spora aseksual, dan sebagian besar jamur ini tampak mirip jamur-jamur filum Ascomycota. Jamur filum ini merupakan organisme tanah dan beberapa patogen manusia.

Peranan Fungi bagi Kehidupan

Di ekosistem, jamur berperan penting sebagai pengurai. Di ilmu kesehatan, berperan penting sebagai parasit fakultatif artinya jamur dapat memperoleh nutrisi dari organisme yang telah mati maupun organisme hidup. Selain itu, jamur juga mampu menghasilkan antibiotik yang mampu menghambat pertumbuhan/membunuh bakteri. Jamur parasit menimbulkan kerusakan yang bervariasi dan jarang menyebabkan kerusakan parah. Namun, jamur parasit penyebabkan histoplasmosis dapat menyebar melalui sistem limfatik sehingga menyebabkan demam, anemia, dan kematian (Black, 2008).

Jamur saprofit berperan penting sebagai dekomposer dan penghasil antibiotik. Kegiatan metabolisme jamur tidak hanya memenuhi kebutuhannya sendiri, tetapi juga untuk organisme lain. Jamur menguraikan organisme mati menjadi senyawa karbon dan nitrogen, dan dari kegiatan ini jamur sangat berkontribusi terhadap daur ulang zat dalam ekosistem. Di sisi lain, jamur sangat penting dalam pembusukan lignin dan zat kayu lainnya. Beberapa jamur mengeluarkan limbah metabolik beracun untuk mikroorganisme tanah. Metabolik beracun itu disebut antibiosis. Racun ini digunakan untuk bersaing dan mempertahankan diri jamur. Antibiotik hasil metabolisme jamur bila diekstrak dan dimurnikan maka dapat digunakan untuk mengobati infeksi pada manusia (Black, 2008).

Menurut Black (2008), jamur parasit dapat merusak host melalui 3 syarat yaitu: (1) dekat dengan host, (2) kemampuan untuk menembus host, dan (3) kemampuan mencerna dan menyerap nutrisi host. Banyak jamur mencapai host dengan memproduksi spora yang terbawa oleh angin dan air. Jamur lain juga bisa terbawa oleh serangga atau organisme lain. Jika jamur sudah melekat pada host, jamur tersebut akan menembus sel (seperti tumbuhan atau hewan) dengan menggunakan hifa dan enzim lisosimnya. Setelah merusak sel host, jamur mencerna komponen sel dan menyerap nutrisi.

Campbell dkk (2008) menambahkan bahwa jamur juga sebagai mutualis dengan tumbuhan, alga, sianobakteria, dan hewan. Jamur dapat hidup dalam tumbuhan tak berkayu tanpa menyebabkan kerusakan disebut endofit simbiotik, begitu juga pada tumbuhan vaskuler yang dikenal mikoriza. Kebanyakan endofit yang ditemukan adalah ascomycetes. Jamur menguntungkan bagi rumput-rumputan dan tumbuhan tak berkayu lain dengan menghasilkan toksin untuk mengusir herbivora atau meningkatkan toleransi tumbuhan terhadap panas, kekeringan, dan logam berat.

Menurut Campbell dkk (2008), jamur berjasa pada hewan karena jamur membantu pencernaan hewan dengan menguraikan senyawa penyusun tumbuhan di dalam saluran pencernaan sapi dan hewan mamalia pemamahbiak lainnya. Jamur juga menguntungkan bagi spesies semut. Jamur mampu merombak dan menyerap nutrien daun yang kaya protein dan karbohidrat dan menghilangkan senyawa toksin yang dapat membunuh semut. Jamur tumbuh pada daun itu, kemudian hifa jamur memanjang dan ujung-ujung hifa mengembung karena mengandung protein dan karbohidrat. Setelah itu semut akan memakan ujung-ujung hifa yang kaya nutrisi tersebut.

Selain itu, jamur juga dapat bersimbiosis dengan alga atau sianobakteria uniseluler atau filamen membentuk liken (lichen). Jutaan sel fotosintetik (alga/sianobacteria) disatukan oleh massa hifa jamur. Kelompok jamur yang paling umum bersimbiosis dengan alga/sianobakteria adalah ascomycetes, namun juga ada liken glomeromycetes yang berasal dari jamur basidiomycetes. Alga menyediakan senyawa-senyawa karbon, sianobakteria juga memfiksasi nitrogen dan menyediakan nitrogen organik. Sedangkan, jamur akan memberikan lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan mitra fotosintetiknya seperti: susunan hifa memungkinkan pertukaran gas, melindungi mitranya dari cahaya yang menyengat, mempertahankan air dan mineral bagi mitranya. Jamur juga mampu melindungi mitranya dari hewan melalui toksiknya.

Protozoa (Protista Mirip Hewan)

Ciri-ciri Umum Protozoa

Protozoa adalah protista mirip hewan, bersifat heterotrof, kebanyakan uniseluler dan beberapa berbentuk koloni. Kebanyakan hidup bebas, namun beberapa komensalis (hidup dalam/pada organisme tanpa merugikan) dan beberapa parasit. Banyak protozoa hidup di lingkungan berair dan kering jika kondisi lingkungan tidak menguntungkan. Sebagian protozoa dilindungi oleh partikel luar yang keras. Banyak yang motil dengan alat gerak, tetapi juga ada yang tidak punya alat gerak (Black, 2008).

Klasifikasi Protozoa

Menurut Black (2008), klasifikasi atau pengelompokan protozoa didasarkan atas ada tidaknya alat gerak. Protozoa diklasifikasikan dalam 4 kelas, yaitu: Mastigophora, Sarcodina, Apicomplexa (Sporozoa), dan Cilliata (Ciliophora). Di bawah ini adalah penjelasan dari masing-masing kelas protozoa.

Mastigophora

Kelas protozoa yang memiliki flagel (bulu cambuk). Beberapa hidup bebas di air tawar dan air laut, tetapi sebagian besar hidup dengan bersimbiosis dengan tumbuhan atau hewan. Simbion antara Trichonympha yang tinggal di usus rayap dan memberikan enzim yang mampu mencerna selulosa. Spesies Mastigophora parasit pada manusia berasal dari genus, yakni: Trypanosoma, Leishmania, Giardia, dan Trichomonas. Trypanosoma menyebabkan penyakit tidur Afrika. Leishmania menyebabkan penyakit luka kulit atau penyakit sistemik dengan demam. Giardia menyebabkan diare. Trichomonas menyebabkan peradangan pada vagina. Leishmania juga digunakan sebagai troops (pasukan) Irak. Salah satu morfologi spesies Mastigophora dapat dilihat pada Gambar 26.

Gambar 26. Morfologi Trichonympha Kelas Mastigophora (Sumber: Black, 2008)

Sarcodina

Kelas protozoa yang bergerak dengan cara pseudopodia. Kelas ini juga bisa disebut Amebozoa (klasifikasi terbaru). Beberapa Sarzodina memiliki flagel pada tahap tertentu dalam siklus hidupnya. Makanan dari spesies Sarcodina ini adalah mikroorganisme, seperti protozoa lain dan alga kecil. Spesies kelas ini adalah Foraminifera dan Radiolaria (bercangkang) yang hidup di laut dan Amoeba (tidak bercangkan) bersifat parasit. Beberapa spesies Amoeba mampu menghuni saluran usus manusia dalam bentuk kista karena bentuk ini mampu menahan kondisi yang merugikan. Genus Entamoeba, Dientamoeba, Endolimax, dan Iodamoeba sering menyebabkan disentri. Entamoeba gingivalis ditemukan di mulut manusia. Dientamoeba fragilis ditemukan dalam usus besar manusia. Sementara ini cara penularan dapat diketahui, contohnya E. histolytica menyebabkan diare ringan dan kronis. Morfologi Amoeba proteus kelas Sarcodina dapat dilihat pada Gambar 27.

Gambar 27. Morfologi Amoeba proteus Kelas Sarcodina (Sumber: Black, 2008)

Apicomplexa (Sporozoa)

Kelas protozoa yang lebih bersifat parasit dan tak punya alat gerak. Kelas ini dikenal dengan nama Apicomplexa (nama terbaru) atau Sporozoa (nama lama). Spesies Sporozoa ini memiliki organel yang menghasilkan enzim kompleks yang terletak di bagian ujung (apeks) dari sel. Enzim itu berfungsi mencerna (merusak) jalan sehingga spesies Sporozoa dapat masuk ke dalam sel inang. Kemampuan inilah yang digunakan untuk pemberian nama Apicomplexa. Contoh spesies sporozoa parasit adalahh Plasmodium penyebab penyakit malaria. Plasmodium membutuhkan inang baik manusia maupun sejumlah nyamuk. Morfologi Plasmodium nampak seperti Gambar 28.

Gambar 28. Morfologi Plasmodium dalam Sel Darah Merah (Sumber: Black, 2008)

Sporozoit berada pada kelenjar ludah nyamuk yang terinfeksi. Sporozoit masuk ke dalam darah manusia lewat gigitan nyamuk. Sporozoit bergerak ke hati dan menjadi merozoit. Setelah umur 10 hari, merozoit kembali ke dalam darah dan menyerang sel-sel darah merah serta berubah menjadi tropozoit. Tropozoit bereproduksi secara aseksual untuk menghasilkan lebih banyak merozoit yang dilepaskan ke dalam darah oleh pecahnya sel darah merah. Perbanyakan dan pelepasan merozoit diulang beberapa kali selama serangan malaria. Beberapa merozoit memasuki fase reproduksi seksual dan menjadi gametosit (sel gamet jantan dan betina). Ketika nyamuk mengambil darah dari manusia yang terinfeksi malaria, gametosit tersedot dan masuk ke lapisan perut (usus) dalam bentuk zigot. Zigot melewati dinding perut (usus) dan menghasilkan sporozoit, yang akhirnya mereka menuju ke kelenjar air liur nyamuk. Siklus hidup Plasmodium penyebab penyakit malaria manusia dapat dilihat pada Gambar 29.

Gambar 29. Siklus hidup Plasmodium Penyebab Penyakit Malaria (Sumber: Black, 2008)

Cilliata (Ciliophora)

Kelas protozoa yang baling banyak dan memiliki silia (bulu getar) di permukaan selnya. Tubuh basal silia tertanam dalam sitoplasma sel. Silia berfungsi sebagai alat gerak dan membantu pengumpulan makanan seperti pada Paramaecium. Ciliata parasit manusia yang menyebabkan disentri adalah Balantidium coli. Ciliata mempunyai beberapa struktur yang sangat khusus. Kebanyakan Ciliata memiliki vakuola kontraktil yang berkembang dengan baik yang mengatur cairan sel. Beberapa memiliki pelikel (alat konjugasi dan reproduksi). Ciliata memiliki trikosit (tentakel atau alat pertahanan) yang dapat digunakan untuk menangkap mangsa dan untuk menempel pada substrat. Ciliata juga melakukan konjugasi, namun tidak seperti konjugasi bakteri. Dimana satu sel bakteri menerima informasi genetik (DNA) dari yang lain. Konjugasi Ciliata memungkinkan terjadinya pertukaran informasi genetik (DNA) antara dua organisme.

Alga (Protista Mirip Tumbuhan)

Ciri-ciri Alga

Alga adalah salah satu organisme mikroskopis namun beberapa alga yang berada di lautan merupakan organisme multiseluler yang kompleks. Alga memiliki organel inti sel dan struktur intraseluler yang terbungkus oleh membran (Black, 2008). Alga merupakan kelompok organisme fotosintetik yang tersebar luas. Alga memiliki warna dan bentuk yang beragam. Alga memiliki ukuran panjang yang bervariasi dari 1 µm hingga 100 meter. Alga terbagi menjadi uniseluler/mikroalga yang memiliki struktur sederhana dan multiseluler/makroalga yang memiliki struktur kompleks dan berkoloni (Park dan Arthur, 2001).

Sel alga tersusun atas organel seperti yang terdapat pada eukariotik diantaranya adalah kloroplas yang mengandung pigmen klorofil maupun kelompok lain yang mengandung pigmen kuning, merah, dan coklat. Keunikan dari kloroplas dapat dijadikan sebagai bahan identifikasi untuk mengetahui jenis alga. Sebagian besar sel alga tertutup oleh dinding sel yang kompleks dan membran tipis yang fleksibel disebut dengan pelicle. Alga memiliki alat gerak yang disebut dengan flagel. Pergerakan sel alga dengan menggunakan flagel, meluncur atau mengikuti arah cahaya untuk menuntun ke arah cahaya yang berperan dalam proses fotosintesis (Park dan Arthur, 2001).

Alga yang memiliki flagel tunggal disebut dengan euglenoid dan memiliki stigma yang merupakan pigmen pada mata sebagai reseptor terhadap cahaya yang berperan dalam pergerakan. Alga yang memiliki 2 flagel misalnya pada dinoflagel, merupakan organisme kecil yang memiliki maupun tidak memiliki dinding sel dan beberapa memiliki teka yang mengandung selulosa. Beberapa mikroalga tidak memiliki flagel yakni diatom (Black, 2008). Gambar 30 merupakan contoh dari euglena, diatom, dan dinoflagel.

Habitat alga tersebar di berbagai lingkungan air baik air tawar maupun lautan. Alga merupakan komponen utama dari komunitas organisme mikroskopis yang terapung atau disebut dengan plankton. Habitat lain dari alga yakni pada permukaan tanah, batu, dan tanaman.

Gambar 30. Morfologi Alga: A. Euglenoid, B. Diatom, C. Dinoflagelata(Black 2008; Park dan Arthur, 2001)

Klasifikasi Alga

Beberapa klasifikasi alga antara lain (Park dan Arthur, 2001).

1. Euglenophyta (euglenid): Secara umum uniseluler, pergerakan menggunakan flagel, habitat pada air tawar, tidak memiliki dinding sel, memiliki pelicle, memiliki pigmen klorofil, karotenoid, dan xantofil, contohnya euglena.

2. Pyrrophyta (dinoflagellata): Organisme uniseluler, memiliki 2 flagel, habitat di lautan (plankton), dinding sel tersusun atas selulosa, memiliki pigmen klorofil dan karotenoid, menyebabkan warna merah pada laut, contohnya Gonyaulax.

3. Chrysophyta (diatom): Organisme uniseluler, beberapa membentuk filamen, bentuk yang tidak biasa untuk bergerak, habitat di lautan dan air tawar, dinding sel memiliki silikon dioksida, memiliki pigmen klorofil dan fukosantin, komponen terbesar dari plankton, contohnya Navicula dan diatom lainnya.

4. Phaeophyta (alga coklat): Organisme multiseluler, memiliki sistem pembuluh, habitat di lautan, dinding sel memiliki selulosa dan asam alginic, memiliki pigmen klorofil, karetenoid, dan fukosantin, sebagai sumber bahan pengemulsi, contohnya Fucus dan Sargassum.

5. Rhodophyta (rumput laut merah): Organisme multiseluler, habitat di lautan, dinding sel mamiliki selulosa, memiliki pigmen klorofil, karetenoid, xantofil, dan pikobilin, sebagai sumber utama agar-agar dan makanan, contohnya Gelidium.

6. Chlorophyta (alga hijau): Berbagai variasi uniseluler, berkoloni, berfilamen untuk menjadi multiseluler, habitat pada air tawar dan air asin, dinding sel memiliki selulosa, memiliki pigmen klorofil, karetenoid, dan xantofil, sebagai prekursor dari tumbuhan tingkat tinggi, contohnya Clamydomonas, Spirogyra, dan Volvox.

Reproduksi Alga

Reproduksi alga secara aseksual dan seksual terbagi menjadi fragmetasi, pembelahan biner, mitosis, dan pembentukan spora motil. Reproduksi seksual terjadi sampir sama dengan siklus hidup jamur (Park dan Arthur, 2001). Pada reproduksi seksual alga terdapat tiga istilah yakni isogami, oogami, dan anisogami. Isogami merupakan kemiripan morfologi dari dua gamet namun memiliki fisiologis yang berbeda. Oogami kebalikan dari isogami yakni sel telur yang dibuahi oleh sel sperma motil. Anisogami dimana kedua gamet yang berflagel namun berbeda ukuran (Andersen, 2005). Gambar 31 merupakan diagram representatif jalur perkembangan pembentukan zigot untuk membentuk isogami dan oogami.

Gambar 31. Diagram Pembentukan Zigot dari Isogami dan Oogami

(Sumber: Andersen, 2005)

Peranan Alga

Alga memiliki peran yang esensial sebagai produsen akuatik dan menghasilkan oksigen di bumi. Diatom merupakan sejumlah kelompok dan produsen penting pada air tawar dan lingkungan lautan yang memainkan peran penting untuk mengatur keseimbangan oksigen dan karbondioksida (Black, 2008). Diatom yang ditemukan di lautan dapat digunakan untuk  semir, batu bata, penyaring, dan rumput laut yang merupakan sumber “agar” dan algin yang digunakan dalam mikrobiologi, kedokteran gigi, makanan, dan industri kosmetik.

 

REFERENSI

Park Talaro, Kathleen dan Arthur Talaro. 2001. Foundations in Microbiology (4th Edition). Pasadena City College. The McGraw−Hill Companies.
Sujudi. 2010. Buku Ajar Mirkrobiologi Kedokteran. Jakarta: Binarupa Aksara.
Talaro, K. Park., and Chess, Barry. 2018. Foundations in Microbiology, Tenth Edition. United States of America. McGraw-Hill Education.
Pelczar, Michael J. dan Chan, E.C.S. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi (Jilid 1). Jakarta: UI-Press.
Nasution, M dan Rasyid L.U. 2009. Mikrobiologi Umum. Medan: USU Press.
Person, Chair. 2004. Microbiology (First Year). Directorate of School Education on behalf of the Government of Tamil Nadu: Tamil Nadu Text Book Corporation.
Wren, Brendan dan Dorrell, Nick. 2002. Methods in Microbiology: Functional Microbial Genomics. Academic Press. ISBN 0-12-521533-9 (Hardback), ISBN 0-12-787765-5 (Comb bound).
Sumaryanto. 2012. Perkembangan Bioteknologi Masa Kini. BPPT-Fakultas Farmasi, Universitas Pancasila.
Widowati, E.W. 2013. Desain Primer Sitokrom B (cyt b) Sebagai Salah Satu Komponen PCR (Polymerase Chain Reaction) Untuk Deteksi DNA Babi. Yogyakarta: Lembaga Penelitian-Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Fan, Frank., and McDevitt, Damien. 2002. Microbial Genomics for Antibiotic Target Discovery. Methods In Microbiology, Volume 33. Microbial, Musculoskeletal and Proliferative Diseases CEDD, GlaxoSmithKline, South Collegeville Road, USA.
Radji, M., Puspaningrum, A., dan Sumiati, A. 2010. Deteksi Cepat Bakteri Escherichia coli dalam Sampel Air dengan Menggunakan Polymerase Chain Reaction Menggunakan Primer 16E1 dan 16E2 (Jurnal MAKARA, SAINS, Vol. 14, No. 1, April 2010: 39-43). Depok: Unversitas Indonesia.
Putra, G. P. I., Adiartayasa, W., dan Sritamin, M. 2013. Aplikasi Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) Terhadap Variasi Gejala Penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) pada Beberapa Jenis Daun Tanaman Jeruk (E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika, Vol. 2, No. 2-April 2013: ISSN 2301-6515). Bali: Universitas Udayana.
Dwiyitno. 2010. Identifikasi Bakteri Patogen Pada Produk Perikanan dengan Teknik Molekuler (Jurnal Squalen, Vol. 5, No. 2-Agustus 2010). Balai Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.
Himawan, A., Sumardiyono, Y. B., Somowiyarjo, S., Trisyono, Y., dan Beattie, A. 2010. Deteksi Menggunakan PCR (Polymerase Chain Reaction) Candidatus Liberibacter Asiaticus, Penyebab Huanglongbing pada Jeruk Siem dengan Beberapa Tipe Gejala pada Daun (Jurnal. HPT Tropika, Vol. 10, No. 2: 178-183-September 2010). Yogyakarta: UGM.
Menezes, J.P.B., Almeida, T.F., Petersen, A.L.O.A., Guedes, C.E.S., Mota, M.S.V., Lima, J.G.B., Palma, L.C., Buck, G.A., Krieger, M.A., Probst, C.M, and Veras, P.S.T. 2013. Proteomic analysis reveals differentially expressed proteins in macrophages infected with Leishmania amazonensis or Leishmania major. Microbial and Infection 15 (2013) 579-591. Institut Pasteur. Published by Elsevier Masson SAS.
Prayitno, Trio Ageng. 2014. Pemanfaatan Jamur Entomopatogen Nomuraea rileyi sebagai Insektisida Hayati terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti dan Culex quinquesfasciatus untuk Materi Ajar Mata kuliah Parasitologi. Malang: Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang-Tidak diterbitkan.
Prayitno, T., & Hidayati, N. (2020). In Vitro Antimicrobial Activity of Zodia (Evodia suaveolens) Leaf Extract on Pathogenic Agents Dragon Fruit Plant. Jurnal Biota6(2), 78-85. https://doi.org/10.19109/10.19109/Biota.v6i2.6236
Tortora, Gerard. J., Funke, Berdell, R., and Case, Christine, L. 2010. Microbiology: An Introduction (Tenth Edition). United State of America, Pearson Benjamin Cummings.
Carter, John., and Saunders, Venetia. 2007. Virology: Principles and Applications. Liverpool John Moores University, UK: England.
Syahrurachman, Agus. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Binarupa Aksara.
Black, Jacquelyn G. 2008. Microbiology: Principles and Explorations (7th Edition). Marymount University, Arlington, Virginia.
Campbell, Neil. A., Reece, Jane. B., Urry, Lisa. A., Cain, Michael. L., Wasserman, Steven. A., Minorsky, Peter. V., and Jackson, Robert. B. 2008. Biologi (Edisi Kedelapan, Jilid 2). Jakarta: Erlangga.
Hogg, Stuart. 2005. Essensial Microbiology. England: John Wiley & Sons, Ltd, The University of Glamorgan, UK.
Garrett, Roger A., and Klenk, Hans-Peter. 2007. Archaea: Evolution, Physiology, and Molecular Biology. Australia: Blackwell Publishing.
Glazer, Alexander, N., Nikaido, Hiroshi. 2007. Microbial Biotechnology Fundamentals of Applied Microbiology (Second Edition). Cambridge University Press. United States of America.

 

0 Komentar