GENETIKA DAN EVOLUSI

GENETIKA DAN EVOLUSI

Jika kita melihat ciri fisik yang nampak pada diri kita, maka kita terkadang menemukan bahwa kita memiliki beberapa kemiripan dengan orang tua atau para pendahulu kita, misalnya rambut lurus mirip dengan ayah, atau kulit putih mirip dengan ibu, atau bahkan postur kita mirip dengan kakek. Disini kita melihat bahwa keturunan (filial) akan mewarisi sebagian sifat dari parentalnya. Transmisi atau pewarisan sifat dari generasi sebelumnya ke generasi sesudahnya disebut hereditas. Di saat yang sama, anak lelaki dan perempuan tidak sepenuhnya identik dengan orang tua mereka ataupun dengan saudara mereka. Selain kemiripan sifat, ada pula variasi yang menggambarkan keragaman sifat pada makhluk hidup. Dalam ilmu Biologi, cabang ilmu yang mempelajari tentang pewarisan sifat dan variasi pada makhluk hidup disebut Genetika

Sifat diturunkan dari orang tua ke keturunannya dalam bentuk kode informasi dalam bentuk unit hereditas yang disebut gen. Pemrograman genetik tertuang dalam blueprint berupa bahasa DNA yang merupakan polimer dari empat nukleotida dan gula fosfat. Transmisi sifat genetik dimulai dari replikasi DNA yang menghasilkan copy atau salinan identik dari gen yang direplikasi. Hasil replikasi ini yang nanti akan diturunkan dari generasi terdahulu ke generasi selanjutnya selama proses fertilisasi. Proses fertilisasi seperti yang telah kita ketahui melibatkan sel gamet jantan (spermatozoa) dan betina (ovum). Selama proses pembuahan, gamet jantan dan betina, terjadi transmisi gen dari orang tua ke generasi selanjutnya.

Gambar 1: Proses Fertilisasi (Campbell, 2020)

Konsep Genom (Struktur Materi Genetik)

Kehidupan makhluk hidup bergantung pada kemampuan sel untuk menyimpan, menerima, dan menerjemakan instruksi genetik yang dibutuhkan untuk membuat dan mengatur fungsi kehidupan. Informasi herediter diturunkan ke generasi selanjutnya melalui reproduksi. Instruksi tersebut tersimpan dalam sebuah gen. Informasi dalam gen mencakup penentuan karakteristik spesies secara keseluruhan.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa informasi genetik dari generasi terdahulu diwariskan ke keturunannya melalui gen . Gen disusun atas polimer basa nitrogen dan gula fosfat yang dinamakan DNA.  Materi genetik memuat seluruh cetak biru informasi sifat yang ada pada makhluk hidup.

a. Struktur Materi Genetik
Kromosom eukariotik merupakan nukleoprotein, artinya kromosom tersebut terdiri atas molekul asam nukleat dan protein. Asam nukleat penyusun kromosom eukariotik adalah asam deoxiribosa nukleat atau deoxyribonucleic acid (DNA). Selain DNA, terdapat sejumlah kecil molekul asam ribonukleat atau ribonucleic acid (RNA) yang memiliki fungsi beragam.

Watson dan Crick pada tahun 1953 melalui penelitiannya, telah mengungkapkan secara jelas tentang bagaimana struktur DNA. Watson dan Crick menemukan bahwa DNA merupakan molekul yang tersusun atas heliks ganda. Watson dan Crick dalam penelitiannya juga telah mengungkapkan bagaimana molekul DNA dipisah melalui proses replikasi (Gambar 2).

Gambar 2: Posisi kromosom dalam sel (Bruce, 2008)

Molekul DNA tersusun atas gula fosfat dan empat basa nitrogen yang terhubung melalui ikatan hidrogen. Molekul gula fosfat pada DNA adalah gula deoksiribosa, sedangkan basa nitrogennya antara lain adenin (A), sitosin (C), guanin (G), dan timin (T). Satu basa nitrogen yang terikat pada satu molekul gula fosfat  dinamakan satu nukleotida. Nukleotida terikat secara kovalen membentuk rantai DNA bersama dengan molekul gula fosfat sehingga membentuk struktur kerangka gula fosfat. Rantai DNA memiliki 2 ujung yang dapat dibedakan yaitu ujung 5’ fosfat dan ujung 3’ hidroksil. Tiap subunit nukleotida tersusun dalam orientai yang sama dimulai dengan ujung 3’ dan diakhiri dengan ujung 5’ (Gambar 3).

Gambar 3: Struktur molekul DNA (struktural dan model heliks ganda) (Gunstream, 2012)

Basa nitrogen yang  ada pada heliks ganda DNA berpasangan dengan basa nitriogen lain secara spesifik, artinya masing-masing pasangan basa sudah paten dan tidak dapat berubah-ubah. Basa nitrogen adenin (A) berpasangan dengan timin (T), sedangkan guanin (G) berpasangan dengan sitosin (C). Basa nitrogen berpasangan satu sama lain melalui ikatan hidrogen. Adenin dengan timin membentuk ikatan hidrogen rangkap 2, sedangkan guanin dan sitosin membentuk ikatan hidrogen rangkap 3 (Gambar 4).

Gambar 4: Pasangan antar basa nitrogen dalam molekul DNA (Campbell, 2020)

Susunan ikatan hidrogen antar basa nitrogen memungkinkan DNA memiliki struktur tiga dimensi berupa heliks ganda yang teratur. Susunan heliks ganda terbentuk ketika dua rantai polipeptida tersusun secara antiparalel (3’-5’ dan 5’-3’). Heliks ganda pada molekul DNA akan memutar tiap 10 pasangan basa, begitu seterusnya hingga terbentuk molekul DNA yang berupa uliran (Gambar 3, bawah).

b. Pengemasan DNA ke dalam Kromosom
Pada organisme eukariotik, DNA yang terletak dalam inti sel terbagi dalam beberapa set kromosom, misal manusia yang memiliki 24 set (24 pasang) kromosom (Gambar 5).  Set kromosom membawa kumpulan informasi biologis organisme yang akan diturunkan ke keturunan selanjutnya. Kumpulan informasi biologis tersebut dinamakan genom. Genom membawa seluruh informasi untuk semua RNA dan protein yang disintesis oleh organisme tersebut. Sebagai contoh genom manusia diperkirakan mampu menyusun hingga 24.000 jenis protein yang memiliki fungsi beragam.

Gambar 5: Set kromosom manusia (Bruce, 2008)

Untaian DNA jika dibentangkan dalam satu garis lurus akan menjadi sangat panjang dan tidak sebanding dengan ukuran nukleus. Pertanyaan yang sering muncul adalah bagaimana cara mengemas untaian DNA sehingga mampu ditampung dalam satu organel mikroskopis yaitu inti sel (nukles)? Disinilah ada berbagai macam protein yang berperan dalam pengemasan untaian DNA menjadi kromosom yang kompak dan stabil.  Kompleks DNA dan protein yang mengemasnya dinamakan kromatin.

Protein yang terikat ke DNA dibagi dalam dua kelompok yaitu histon dan non histon. Protein histon berperan dalam proses pengemasan DNA dalam level pertama yaitu nukleosom yang berupa struktur mote (manik-manik) yang bertali. Tali adalah untaian DNA, sedangkan mote adalah protein histon (Gambar 6).

Gambar 6: model pengemasan DNA ke dalam serat kromatin (Bruce, 2008)

Pada level pengemasan selanjutnya, kromatin akan dikemas membentuk solenoid. Pilinan solenoid akan mengemas DNA menjadi 1.000 hingga 10.000 kali lebih kecil. Selanjutnya pilinan solenoid akan membentuk lengkungan radial. Begitu seterusnya hingga DNA terkemas menjadi kromosom mitotik (Gambar 7).

Gambar 7: Pengemasan DNA ke dalam bentuk kromosom (Bruce, 2008).

c. Replikasi DNA
Ketika akan membelah, sel harus menggandakan seluruh materi genetiknya agar sifat-sifat yang dibawa dalam metri genetik tersebut dapat diwariskan ke sel anak selama proses pembelahan sel. Seperti yang digambarkan dalam struktur DNA sebelumnya, masing-masing rantai DNA merupakan komplemen atau salinan dari rantai yang lain. Tiap rantai DNA dapat berperan sebagai template atau cetakan. Dengan demikian, DNA mampu membelah dengan hampir akurat (Gambar 8).

Gambar 8: Peran masing-masing rantai DNA sebagai template atau cetakan (Bruce, 2008)

Ada berbagai macam model replikasi DNA yang diajukan oleh para ahli. Watson dan Crick mengajukan model yang memprediksi replikasi DNA secara semikonservatif. Model yang diajukan oleh Watson dan Crick memprediksikan ketika heliks ganda DNA membelah, tiap untai anak akan memiliki satu untai induk (Gambar 9).

Gambar 9: Replikasi DNA model semikonservatif (Campbell, 2020)

Replikasi DNA (organisme eukariot) dimulai dari sebuah bagian atau titik awal yang dinamakan replication origin yang mengandung sekuen nukleotida spesifik. Protein yang menginisiasi replikasi DNA akan mengenai sekuen replication origin dan mengikatkan diri ke rantai DNA, memisahkan dua untai DNA, dan membentuk bubble replication atau gelembung replikasi. Replikasi DNA berlangsung di masing-masing untai DNA hingga untai anak terbentuk.

Pada tiap ujung gelembung replikasi, terdapat replication fork atau garpu replikasi, sebuah daerah berbentuk huruf Y dimana untai DNA induk membuka. Protein yang berperan dalam membuka untai DNA adalah enzim helikase. Setelah untai induk terlepas, protein pengikat untai tunggal (single-strand binding protein) akan terikat ke untai DNA yang memisah untuk mencegah DNA bersatu kembali selama proses pembelahan berlangsung. Selepas proses replikasi selesai, enzim topoisomerase  akan memulihkan dan menyatukan untai DNA yang terpisah seperti semula.

Ketika untai DNA telah terbuka atau memisah, maka DNA siap disalin membentuk salinan DNA yang baru dan identik. Pada proses pembentukan nukleotida baru, dibutuhkan rantai nukleotida tertentu untuk mengawali proses pembentukan untai DNA anak. Rantai nukleotid tersebut berupa untai RNA pendek yang dinamakan primer. Primer disintesis oleh enzim primase. Primer umumnya memiliki panjang 5—10 nukleotida.

Proses replikasi dimulai dari ujung 3’ dari primer RNA. Enzim DNA polimerase berperan menambahkan nukleotida ke ujung 3’. Ada beberapa jenis enzim DNA polimerase, akan tetapi yang berperan besar dalam replikasi DNA adalah DNA polimerase III dan I. Organisme eukariotik memiliki setidaknya 11 macam enzim DNA polimerase yang telah ditemukan. Sintesis rantai baru DNA terjadi secara antiparalel, yang berarti dua untai anak memiliki posisi arah yang berlawanan.  Dalam proses replikasi DNA, ada mekanisme proofreading atau koreksi jika ada kesalahan dalam proses replikasi, sehingga DNA salinan yang dihasilkan identik dengan DNA induk,

Gambar 10: Ringkasan replikasi DNA (Campbell, 2020)

Dogma Sentral

Dogma sentral menjelaskan mengenai proses perubahan gen dari DNA menjadi RNA, dan RNA menjadi protein. Dogma ini menjelaskan bagaimana proses pembacaan materi genetik menjadi protein yang berperan di setiap tahap metabolisme di dalam tubuh suatu organisme.

Sifat yang diturunkan ditentukan oleh gen (Campbell, 2020), yang mengandung berbagai macam informasi genetik tentang sifat makhluk hidup tersebut. Sifat genetik diturunkan melalui serangkaian mekanisme ekspresi gen untuk menghasilkan protein fungsional. Ekspresi gen mencakup sintesis protein oleh DNA yang diterjemahkan terlebih dahulu menjadi RNA messenger. Prosesnya terdiri atas transkripsi (penerjemahan DNA menjadi mRNA/RNA messenger); dan translasi (penerjemahan mRNA menjadi protein fungsiaonal).

Transkripsi merupakan proses sintesis RNA menggunakan informasi pada DNA. Untai DNA menjadi cetakan untuk menyusun molekul RNA yang komplemen dengan molekul DNA.  jenis RNA yang dihasilkan selama proses transkripsi adalah RNA messenger (mRNA), dinamakan demikian karena  mRNA mengandung pesan genetik dari DNA untuk membentuk protein fungsional selama proses translasi.

Translasi sendiri merupakan sintesis polipeptida menggunakan informasi yang terdapat pada mRNA. Selama proses translasi, sel diharuskan menerjemahkan informasi genetik yang berupa nukleotida menjadi sekuen asam amino. Translasi berlangsung di organel ribosom. Diagram skematis tentang transkripsi dan translasi tertuang dalam Gambar 11.    

Gambar 11: diagram skematis proses ekspresi gen (Campbell, 2020)

Selama proses ekspresi gen, seringkali ditemukan peristiwa penggantian (subtitusi), penghilangan (delesi), atau penambahan (adisi) nukleotida. Peristiwa ini tergolong mutasi (Gunstream, 2012). Efek mutasi sangat beragam, tergantung bagaimana hasil mutasi diterjemahkan melalui kode genetik. Sebagai contoh, jika sebuah mutasi subtitusi basa menghasilkan perubahan dari kodon GCU menjadi GCC, maka tidak akan menghasilkan efek apapun karena kedua kodon tersebut diterjemahkan sebagai asam amino alanin. Jika perubahan terjadi dari kodon GCU ke GUU maka akan merubah hasil terjemahan kodon dari alanin menjadi valin.  Perubahan ini akan menghasilkan protein yang tidak fungsional.

Pewarisan Sifat (Hereditas)

Pewarisan sifat dari organisme diploid (2n) terjadi ketika penyatuan (fusi) antara sperma dan sel telur. Zigot yang dihasilkan dari proses tersebut memiliki satu dari kromosom masing-masing  gamet. Sifat yang diwariskan terkandung dalam segmen dari DNA yang disebut gen. Gen juga disebut unit hereditas. Sebuah sifat dikode oleh sepasang gen yang identik atau bisa juga tidak identik (Gambar 12).

Ketika sepasang gen tersebut identik misal gen AA atau aa, maka dinamakan homozigot. Sebaliknya jika sepasang gen tidak identik misal Aa, maka dinamakan heterozigot. Komposisi genetik dari pasangan gen disebut genotip, sedangkan sifat yang diekspresikan dari genotipe dan dipengaruhi lingkungan dinamakan fenotip.

Gambar 12: skema diagramatis kromosom homolog dan pasangan gen di dalamnya (Gunstream, 2012).

a. Hukum Mendel I dan II

Gregor Mendel, seorang biarawan Austria memulai penelitiannya tentang pewarisan sifat sederhana pada kacang polong pada tahun 1860, jauh sebelum kromosom dan gen dihubung-hubungkan dengan pewarisan sifat. Hasil penelitian Mendel diidentifikasi sebagai keberadaan unit pewarisan sifat yang belakangan diketahui sebagai gen.

Mendel mengemukakan  dua prinsip yang menjadi dasar dari studi tentang pewarisan sifat. Prinsip-prinsip tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Prinsip Segregasi atau pemisahan (Hukum Mendel I) yang menyatakan bahwa gen berpasangan dan bagian dari pasangan gen akan memisah satu sama lain selama gametogenesis
2. Prinsip penyatuan bebas (Hukum Mendel II)menyatakan  bahwa gen dari satu sifat akan menyatu atau bergabung secara bebas dengan gen dari sifat yang lain. Prinsip ini tidak berlaku untuk gen yang terpaut.

Ketika sebuah pasangan gen mengandung dua alel, jika satu alel terekspresikan dan alel yang lain tidak, maka alel yang terekspresikan disebut alel dominan, dan yang tidak terekspresikan disebut alel resesif. Alel dominan dilambangkan dengan huruf kapital, misal A, B, P, dan lainnya.. Alel resesif dilambangkan dengan huruf kecil, misal a, b, p, dan lainnya.

Tabel 1 : Pelambangan Genotip dan Fenotip untuk Warna Bunga Kacang Polong

Genotip

Fenotip

PP

ungu

Pp

ungu

pp

putih

(Sumber: Gunstream, 2012).

Tabel diatas menunjukkan genotip dan fenotip yang mungkin untuk warna bunga ungu dan putih pada kacang polong. Alel dominan dilambangkan oleh huruf kapital P, sedangkan alel resesif dilambangkan oleh huruf kecil p. Hanya dibutuhkan satu alel dominan untuk memunculkan warna bunga ungu, sedangkan untuk warna bunga putih harus diekspresikan oleh dua alel resesif secara bersamaan.

b. Uji Silang (test cross) untuk Pembuktian Hukum Mendel

Sebelumnya, tidak memungkinkan untuk membedakan secara jelas antara fenotip yang berasal dari sifat homozigot dan heterozigot. Cara yang memungkinkan untuk menjelaskan keduanya adalah melalui uji silang (test cross). Pada uji silang, individu dengan sifat dominan disilangkan dengan individu yang memiliki sifat resesif. Individu dengan sifat resesif selalu muncul dalam bentuk homozigot. Jika seluruh keturunan menampakkan sifat dominan, maka parental memiliki sifat dominan homozigot. Jika setengah keturunan menampakkan sifat dominan dan setengahnya lagi menampakkan sifat resesif, maka fenotip parental adalah dominan heterozigot. Metode uji silang tersaji pada Gambar 13 berikut.

Gambar 13: Uji Silang (test cross) (Campbell, 2020)

C. Penyimpangan Hukum Mendel untuk Gen Tunggal

1. Dominan Sebagian dan Kodominan
Pola pewarisan sifat pada percobaan Mendel menggambarkan dominan sepenuhnya karena kedua sifat dominan homozigot dan heterozigot mempunyai fenotip yang sama. Hal sebaliknya, dominan sebagian ditandai oleh fenotip yang muncul merupakan fenotip campuran atau gabungan dari fenotip kedua alel homozigot induk. Jenis pewarisan sifat ini terjadi pada tumbuhan snapdragon. Bunga snapdragon berwarna merah homozigot (RR) disilangkan dengan bunga berwarna putih homozigot (rr), hasinya seluruh bunga dari keturunan yang memiliki alel heterozigot berwarna pink (Rr).

Pada konsep kodominan, kedua alel terekspresi dalam kondisi alel heterozigot, bukan terekspresi menghasilkan fenotip gabungan seperti pada konsep dominan sebagian. Contohnya pada kasus anemia sel sabit. Orang dengan alel heterozigot (HbAHbS) memproduksi hemoglobin yang normal sekaligus abnormal pada sel darahnya.

2. Alel Ganda
Beberapa sifat dikontrol oleh gen yang memiliki lebih dari dua alel. Contohnya adalah pola pewarisan pada golongand arah manusia sistem AB0. Pada sistem AB0, ada tiga alel yang terbentuk yaitu IA untuk golongan darah A, IB untuk golongan darah B, dan I untuk golongan darah 0. Alel IA dan IB dominan penuh terhadap alel i. alel IA dan IB meski sama-sama dominan, akan tetapi jika bertemu maka akan terekspresi secara kodominan (lihat Tabel 2).

Tabel 2: Fenotip dan Genotip golongan darah sistem AB0

Tipe Golongan Darah

Genotip

O

i

A

IAIA atau IAi

B

IBIB atau IBi

AB

IAIB

(Gunstream, 2012).

3. Pleiotropi
Sejauh ini, ketika mempelajari pewarisan Mendel, kita meyakini bahwa tiap gen mempengaruhi hanya satu karakter fenotip. Pada kenyataannya tidak selalu. Banyak gen yang mampu mempengaruhi lebih dari satu karakter fenotip. Peristiwa ini dinamakan pleiotropi. Pada manusia, alel pleiotropi mempengaruhi beberapa gejala yang berkaitan dengan penyakit sistik fibrosis dan anemia sel sabit. Pada tanaman kacang polong, gen yang mempengaruhi warna bunga juga mempengaruhi warna permukaan biji.
 
d. Penyimpangan Hukum Mendel untuk Dua atau Lebih Gen
Penyimpangan hukum mendel juga dapat melibatkan dua gen atau lebih. Gen-gen tersebut mampu mempengaruhi beberapa karakteristik fenotip. Contohnya adalah peristiwa epistasis dan pewarisan poligenik.
 
1. Epistasis
Pada peristiwa epistasis, ekspresi fenotip dari gen pada satu lokus mengubah ekspresi gen pada lokus kedua. Contoh epistasis terjadi pada persilangan Anjing Labrador. Sifat bulu hitam (B) dominan terhadap bulu cokelat (b). Untuk keturunan Labrador bulu cokelat haruslah bergenotip bb. Akan tetapi, peristiwa lain terjadi. Gen kedua mengontrol apakah gen pertama diekspresikan ke rambut atau tidak. Alel dominan gen kedua yang disimbolkan sebagai E, menghasilkan deposisi pigmen hitam atau cokelat, tergantung genotip pada lokus pertama.

Akan tetapi, jika labrador bersifat homozigot resesif untuk lokus kedua (dilambangkan dengan ee), warna rambut yang muncul adalah kuning, terlepas dari genotip pada lokus cokelat/hitam. Pada peristiwa ini, gen dari deposisi pigmen rambut (E/e) dikatakan epistatik (menutupi/mengubah) gen yang mengkode pigmen hitam atau cokelat. Diagram persilangan epistasis dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14: Diagram persilangan epistasis pada anjing labrador (Campbell, 2020)

2. Pewarisan Poligenik
Mendel meneliti karakter yang dapat dikelompokkan atau karakter dasar, seperti warna bunga ungu melawan putih. Akan tetapi banyak karakteri, seperti warna kulit dan tinggi badan pada manusia, bukan merupakan satu atau dua karakter diskrit melainkan adalah karakter yang bervariasi dalam populasi dan memiliki pola penyebaran yang berkelanjutan. Karakter tersebut dinamakan karakter kuantitatif. Variasi kuantitatif biasanya menggambarkan pewarisan poligenik, yaitu sebuah efek tambahan dari dua atau lebih gen pada satu fenotip tunggal. Hal ini berkebalikan dari pleiotropi (gen tunggal yang mampu mempengaruhi beberapa fenotip).
 
e. Persilangan Dihibrid
Persilangan dihibrid sendiri merupakan persilangan yang melibatkan dua sifat beda yang dikontrol oleh dua gen yang berbeda yang berlokasi di kromosom yang berbeda. Sebagai contoh persilangan antara kacang polong berbiji kuning dan bulat (YYRR) dengan kacang polong berbiji  hijau keriput (yyrr). kacang polong berbiji kuning dominan (Y) terhadap biji hijau (y), dan biji bulat (R) dominan terhadap biji keriput (r). Gambar 15 menunjukkan diagram persilangan dihibrid untuk mengetahui genotip dan fenotip F1.

Gambar 15: diagram persilangan dihibrid (Gunstream, 2012)

f. Pautan Gen
Gen homolog terletak dalam sekuen yang sejajar pada kromosom homolog. Ketika kromosom homolog memisah menjadi gamet selama proses gametogenesis, maka gen yang ada akan ikut memisah. Dengan demikian, alel pada tiap kromosom homolog yang terpaut cenderung memisah dalam satu gamet yang sama. Alel gen terpaut akan diwariskan bersama-sama seperti yang digambarkan pada Gambar 16.

Gambar 16: Gametogenesis yang melibatkan gen yang terpaut satu sama lain (Gunstream, 2021)

Salah satu peristiwa pautan gen adalah pautan kromosom kelamin X. Pada manusia, jenis kelamin ditentukan oleh sepasang kromosom kelamin, yaitu kromosom X dan Y. Wanita memproduksi dua kromosom X, sedangkan pria memproduksi satu kromosom X, dan satu kromosom Y. kromosom Y lebih kecil dari kromosom X dan kekurangan beberapa gen yang ada dalam kromosom X. Gen yang tidak ada dalam kromosom Y tetapi ada dalam kromosom X dinamakan gen terpaut kromosom X yang mengontrol sifat tertentu yang akan diwariskan. Gen yang terpaut kromosom X pada wanita bersifat diploid, sedangkan pria bersifat haploid. Pada wanita, sifat yang terpaut kromosom X harus ada dalam kedua kromosom X agar dapat diekspresikan, sebaliknya pada pria hanya butuh satu alel resesif saja. Contohnya pada pewarisan penyakit buta warna merah-hijau dan hemofilia.

Asal-Usul Kehidupan

Bumi telah memulai kehidupannya sejak miliaran tahun yang lalu. Bukti langsung yang mampu menunjukkan bahwa kehidupan telah ada di bumi miliaran tahun silam adalah fosil. Para ahli telah membuktikan bagaimana kehidupan pertama muncul dengan berbagai percobaan di bidang kimia, geologi, dan fisika. Berdasarkan percobaan-percobaan tersebut, ahli mengemukakan hipotesis yang menyatakan bahwa proses fisik dan kimia dapat menghasilkan sel sederhana melalui empat tahapan berikut:
1. Sintesis secara abiotik dari molekul organik kecil, seperti asam amino dan basa nitroge
2. Menggabungkan molekul kecil menjadi molekul yang lebih besar seperti protein dan asam nukleat
3. Pengemasan molekul besar ke dalam protosel, sebuah droplet dengan membran yang membawa perbedaan kimiawi dengan lingkungan sekelilingnya
4. Asal usul molekul yang bisa membelah yang memungkinkan pewarisan dapat terjadi (Urry, 2020).
 
a. Sintesis Molekul Organik di Bumi pada Masa Lampau
Bumi dibentuk kurang lebih sejak 4,6 milyar tahun yang lalu, melalui pemadatan (kondensasi) debu dan bebatuan yang mengelilingi matahari muda. Pada beberapa ribu tahun pertama setelah pembentukannya, bumi dihujani oleh ribuan batu dan es dari proses pembentukan sistem tata surya. Tabrakan tersebut meningkatkan suhu bumi dan banyak air menguap sehingga mencegah terbentuknya laut dan danau.

Asal-usul kehidupan dimulai setelah tabrakan berhenti sekitar 4 milyar tahun silam. Atmosfer pertama terbentuk dan memiliki sejumlah kecil oksigen serta mengandung banyak uap air yang bercampur dengan senyawa yang dihasilkan dari erupsi gunung berapi, misalnya oksida, karbon dioksida, metana, amonia, dan hidrogen. Seiring dengan penurunan suhu bumi, maka uap air terkondensasi membentuk lautan dan gas hidrogen terperangkap di atmosfer (Urry, 2020).

Kimiawan A.I Oparin dan J.B.S Haldane pada tahun 1920-an mengemukakan hipotesis bahwa atmosfer awal bumi merupakan lingkungan bermuatan negatif, dimana molekul organik sederhana dapat terbentuk. Energi yang diperlukan untuk sintesis molekul organik tersebut didapatkan dari radiasi sinar UV dan energi dari petir. Haldane mengungkapkan bahwa atmosfer awal merupakan sup organik, atau kaya akan campuran zat organik.

Stanley Miller dan Harold Urey pada tahun 1953 menguji hipotesis Oparin dan Haldane dengan membuat kondisi laboratorium yang mirip dengan atmosfer bumi pada masa lampau. Hasil percobaannya menghasilkan beberapa jenis asam amino yang juga ditemukan pada organisme masa kini. Sejak saat itu, banyak ahli yang turut menguji hipotesis tersebut yang juga menghasilkan asam amino.

Hipotesis lain mengungkapkan bahwa produksi molekul organik berada pada ventilasi hidrotermal pada laut dalam. Ventilasi hidrotermal merupakan daerah dasar laut dimana air yang dipanaskan dan mineral timbul dari area dalam bumi menuju lautan. Akan tetapi ventilasi laut dalam lainnya,disebut ventilasi alkali, melepaskan air yang memiliki pH tinggi (9-11)dan hangat (40–90 °C), dimana kondisi ini merupakan lingkungan yangmungkin lebih cocok untuk asal usul kehidupan.

Meteorit mungkin juga merupakan sumber adanya molekul organik di muka bumi. Contohnya pada bongkahan meteorit Munchison yang jatuh di dataran Australia sekitar 4,5 milyar tahun lalu (yang ditemukan tahun 1969), mengandung setidaknya lebih dari 80 jenis asam amino. Penelitian lebih lanjut terhadap meteorit Munchison menunjukkan bahwa meteorit tersebut mengandung molekul organik lain seperti lipid, gula sederhana, dan basa nitrogen (urasil).

Organisme hidup haruslah mampu bereproduksi dan mengolah energi sendiri. Untuk menjalankan kedua proses tersebut butuh perangkat enzimatik dan proses yang kompleks. Protosel awal mungkin telah memiliki perangkat enzimatis, molekul yang mampu bereplikasi, dan sumber metabolik. Perangkat tersebut mungkin telah ditemukan pada struktur vesikel, sebuah kompartemen bermembran yang berisi cairan. Penelitian terkini telah membuktikan bahwa vesikel yang dihasilkan secara abiotik mampu menjalankan ciri kehidupan, termasuk reproduksi sederhana dan metabolisme (Gambar 17).  

  1. Gambar 17: Vesikel dapat membelah dirinya sendiri menjadi vesikel yang lebih kecil (Urry, 2020)

  2. b. Asal-usul Organisme Uniseluler dan Multiseluler

  • 1. Organisme Prokariota Pertama
  1. Fosil merupakan bukti kuat yang mampu menggambarkan sejarah asal-usul kehidupan sepanjang waktu geologis. Pada bahasan ini akan diulas asal-usul organisme mulai dari organisme yang paling sederhana hingga organisme tingkat tinggi.

    Organisme pertama yang hidup di bumi adalah prokariota. Bukti lamgsung dari adanya organisme di masa lampau (sekitar 3,5 milyar tahun yang lalu) yaitu ditemukannya fosil stromatolit (Gambar 18). Stromatolit merupakan lapisan batu yang terbentuk ketika prokariot melekatkan dirinya hingga menjadi sedimen yang menyatu. Stromatolit dan prokariot awal merupakan penghuni awal bumi selama 1,5 milyar tahun.

  2. Gambar 18: Stromatolit di Pantai Shark Bay, Australia Barat

    1. 2. Organisme Eukariota Pertama
  3. Fosil organisme eukariot pertama yang ditemukan dan diakui secara luas adalah berupa eukariota bersel satu yang hidup pada 18,8 milyar tahun silam. Organisme eukariotik ini lebih kompleks jika dibandingkan dengan organisme prokariotik, yaitu memiliki sistem membran, membran inti, mitokondria, retikulum endoplasma, dan sitoskeleton.
  4. Bukti terkini memberikan indikasi bahwa eukariot merupakan evolusi dari nenek moyang prokariot. Eukariot dibentuk oleh proses endosimbiosis (Gambar 19). Endosimbiosis terjadi ketika sel prokariot menelan sebuah sel kecil yang akan berevolusi menjadi organel yang ditemukan di semua eukariot, seperti mitokondria. Sel kecil yang ditelan dinamakan endosimbion, dan sel yang menelan endosimbion dinamakan sel inang/host. Proses tersebut dipandang tidak memungkinkan, akan tetapi para ahli telah meneliti secara langsung endosimbiosis dimana sebuah parasit berkembang dan bersimbiosis secara mutual dengan sel inang dalam kurun waktu lima tahun.
  5. Gambar 19: Hipotesis tentang asal-usul mitokondria dan plastida (Urry, 2020)

  6. Terdapat banyak bukti yang mendukung asal-usul endosimbiosis dari mitokondria dan plastida, antara lain:
  • 1. Membran dari kedua organel tersebut memiiki enzim dan sistem transport yang homolog/identik dengan yang ditemukan pada membran plasma dari bakteri hidup.
  • 2. Mitokondria dan plastida membelah melalui proses pemisahan yang mirip dengan bakteri jenis tertentu. Organel tersebut juga memiliki DNA sirkuler seperti kromosom bakteri yang tidak berasosiasi dengn protein histon atau sejumlah besar protein.
  • 3. Mitokondria dan plastida juga memiliki perangkat seluler yang dibutuhkan untuk menerjemahkan DNA ke protein
  • 4. Berdasarkan aspek ukuran, sekuen RNA, dan sensifitas terhadap antibiotik tertentu, ribosom dari mitokondria dan plastida lebih mirip dengan ribosom bakteri daripada dengan ribosom sel eukariot.

3. Asal-usul Multiseluleritas

  1. Asal usul kompleksitas struktural pada organisme eukariotik memicu evolusi dari keragaman morfologi. Setelah eukariota pertama muncul, sejumlah besar bentuk uniseluler berevolusi, yang mengakibatkan semakin tingginya keragaman eukariot bersel satu yang berlanjut hingga sekarang. Gelombang diversifikasi berlanjut ke pembentukan organisme eukariot multiseluler yang berasal dari eukariot bersel satu. Selanjutnya keragaman tersebut tersebar ke berbagai organisme seperti algae, tumbuhan, jamur, dan hewan.

    Berdasarkan bukti fosil dan data sekuen DNA, organisme eukariot multiseluler telah ada sekitar 1,3 miliar tahun yang lalu. Fosil eukariot multiseluler pertama yang telah masuk dalam taksonomi adalah algae merah kecil yang hidup 1,2 miliar tahun silam. Organisme multiseluler yang lebih besar dan beragam tidak terekam dalam fosil hingga sekitar 600 juta tahun silam. Fosil yang terekam setelahnya, yang pertama adalah biota Ediacaran, yang mayoritas organisme bertubuh lunak dengan panjang lebih dari 1 meter, yang hidup dari 635 hungga 541 juta tahun silam. Biota ediacaran meliputi algae dan hewan (Gambar 20).

    Kemunculan eukariota tingkat tinggi pada periode Ediacaran membawa perubahan besar terhadap sejarah kehidupan. Sebelum ditemukannya eukariota multisel, bumi merupakan dunia mikroorganisme. Keanekaragaman biota Ediacaran memicu ledakan Cambrian, sekitar 535—525 juta tahun silam, dimana terdapat kemunculan beberapa kelompok hewan seperti hewan spons, anemon laut, dan mollusca. Kemunculan hewan tingkat tinggi menurut analisa DNA adalah sekitar 670 juta tahun silam selama ledakan Cambrian, yaitu kemunculan nenek moyang Arthropoda, Chordata, dan kelompok hewan lain.

  2. Gambar 20: Fosil dari periode Ediacaran, (A) Doushantuophyton, sebuah alga, dan (B) KImberella, sebuah mollusca (Urry, 2020)

Teori Evolusi

Postulat teori evolusi menyatakan bahwa: spesies organisme modern merupakan keturunan dari nenek moyang yang sama dan karakteristik yang dibawa merupakan hasil variasi genetik dan seleksi alam. Variasi genetik menyediakan bahan baku untuk evolusi, dan seleksi alam oleh lingkungan merupakan energi yang menggerakkannya (Gunstream, 2012).

Teori tentang evolusi didukung oleh bukti yang berasal dari berbagai bidang penelitian, diantaranya adalah paleontologi, biogeografi, anatomi komparatif, biokimia komparatif, dan genetika.

Lebih dari satu setengah abad yang lalu, Charles Darwin telah terinspirasi untuk mengembangkan sebuah penjelasan ilmiah tentang keragaman dalam kehidupan. Ketika mempublikasikan bukunya, The Origin of Species, Darwin menghantarkan sebuah revolusi atau sebuah biologi revolusioner. Darwin mengembangkan ide revolusionernya berdasarkan hasil kerja orang lain dan perjalanannya sendiri.

Spesies-spesies yang ada di bumi berbeda satu sama lain, masing-masing membawa beberapa ciri khas yang membedakannya dengan spesies lain misal ukuran, warna, dan bentuknya. Penjelasan tentang perbedaan spesies mengilustrasikan tiga kunci penelitian tentang kehidupan yaitu:

  • Organisme beradaptasi dengan baik untuk hidup di lingkungannya.
  • Karakteristik kehidupan yang telah banyak dibagikan
  • Keanekaragaman hayati yang kaya

1. Dasar Pemikiran Charles Darwin tentang Evolusi

Evolusi sendiri dapat didefinisikan sebagai keturunan dengan modifikasi. Kalimat tersebut digunakan Darwin untuk meringkas proses dimana spesies mengakumulasi perbedaan dari nenek moyangnya sebagaimana ia beradaptasi dengan lingkungannya dari waktu ke waktu. Evolusi juga dapat diartikan sebagai sebuah perubahan pada komposisi genetik dari sebuah populasi dari generasi ke generasi. Berdasarkan dua definisi tentang evolusi, dapat disimpulkan bahwa evolusi dapat dipandang dalam dua pandangan yaitu sebagai pola dan sebagai proses. Sebuah pola dari perubahan evolusioner diungkap dengan data dari berbagai disiplin ilmu seperti biologi, geologi, fisika, dan kimia. Proses evolusi terdiri atas mekanisme yang menyebabkan perubahan pola yang diteliti.

Jauh sebelum Darwin lahir, beberapa filsuf Yunani menngemukakan bahwa kehidupan mungkin telah mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Salah satu filsuf Yunani yang amat berpengaruh bagi era sains barat adalah Aristoteles (384—322 SM). Aristoteles menyimpulkan bahwa pola kehidupan dapat diatur dalam sebuah tangga, atau skala peningkatan kompleksitas, yang kemudian dikenal dengan nama scala naturae atau skala kehidupan. Tiap bentuk kehidupan, bersifat sempurna dan permanen, digambarkan dalam anak tangga.

Salah satu ahli sains, Carolus Linnaeus (1707—1778), seorang ahli botani berkebangsaan Swedia, mengelompokkan keragaman hayati. Pada tahun 1750an, Linnaeus menyusun sistem penamaan spesies dengan dua kata yaitu binomial yang dipakai hingga saat ini. Meski Linnaeus tidak mengemukakan penjelasan tentang evolusi, beberapa abad kemudian, Darwin berpendapat bahwa sistem klasifikasi Linnaean haruslah menjadi dasar penjelasan tentang evolusi.

Ilmuwan lain yang mempengaruhi pemikiran Darwin adalah ilmuwan geologi Skotlandia James Hutton (1726—1797) dan geologis Charles Lyell (1797—1875). Darwin meyakini bahwa perubahan geologis menghasilkan perubahan yang lebih perlahan namun berkelanjutan, daripada perubahan yang cepat dan tiba-tiba. Usia bumi mungkin juga diperkirakan jauh lebih tua daripada yang telah diungkapkan, dapat dicontohkan yaitu sungai yang butuh waktu lama untuk membentuk struktur canyon melalui mekanisme erosi.  perubahan geologis yang perlahan ini memungkinkan untuk menimbulkan perubahan substansi biologis. Darwin bukanlah orang pertama yang mengungkapkan gagasan perubahan perlahan untuk evolusi biologi.

2. Hipotesis Lamarck tentang Evolusi

Jean-Baptiste de Lamarck (1744—1829), seorang ilmuwan Prancis, pada abad ke-18, mengungkapkan pemikirannya tentang kehidupan yang berevolusi mengikuti perubahan lingkungan. Ia mengajukan mekanisme tentang bagaimana kehidupan berubah dari waktu ke waktu. Lamarck mempublikasikan hipotesisnya pada tahun 1809, tahun ketika Darwin lahir. Lamarck membandingkan spesies yang masih hidup dengan bentuk fosil, sehingga Lamarck menemukan hal-hal yang nampak dari beberapa generasi keturunan, dari fosil yang lebih tua ke yang muda hingga mengarah ke spesies yang masih hidup. Ia menjelaskan penemuannya menggunakan dua prinsip yang kemudian diterima secara luas dan digunakan hingga saat ini. Prinsip-prinsip Lamarck tersebut antara lain:

  • Prinsip digunakan dan tidak digunakan (use and disuse). Prinsip ini mengandung gagasan bahwa bagian tubuh yang selalu digunakan akan bertumbuh dan berkembang dengan baik, sedangkan bagian yang tidak digunakan akan mengalami disfungsi. Contoh yang ia kemukakan adalah jerapah meregangkan lehernya untuk mencapai cabang pohon yang tinggi (Gambar 21).
  • Prinsip pewarisan karakteristik yang diperoleh (inheritance of acquired characteristic). Prinsip ini menyatakan bahwa organisme harus mampu mewariskan modifikasi yang ada padanya ke keturunannya. Lamarck memiliki alasan bahwa leher jerapah yang panjang dan berotot telah berevolusi dari generasi ke generasi, sebagaimana ketika jerapah meregangkan lehernya semakin tinggi.

Gambar 21: Hipotesis evolusi leher jerapah oleh Lamarck

Lamarck juga berpikir bahwa evolusi terjadi karenaorganisme memiliki dorongan dasar untuk menjadi lebih kompleks.Darwin menolak gagasan ini, tetapi juga menganggap bahwa variasi itu digolongkan ke dalam proses evolusi sebagian melalui pewarisan karakteristik yang diperoleh.

3. Penelitian Darwin tentang Adaptasi dan Seleksi Alam

Darwin memulai penelitiannya selama melakukan pelayaran dengan HMS Beagle pada tahun 1831. Selama pelayaran, Darwin meneliti banyak contoh dari adaptasi, sifat-sifat organisme yang diwariskan dan mampu meningkatkan ketahanan hidup dan reproduksi pada lingkungan khusus. Selanjutnya, saat Darwin menilai kembali pengamatannya, ia mulai mempersepsikan adaptasi terhadap lingkungan dan asal usul baruspesies baru sebagai proses yang berkaitan erat.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Darwin selama pelayaran, ahli biologi menyimpulkan apa yang terjadi pada kelompok burung finch di Kepulauan Galapagos. Paruh burung finch yang bervariasi dan tingkah lakunya telah beradaptasi pada makanan khas yang tersedia di pulau tersebut. Darwin meyakini bahwa penjelasan tentang adaptasi sangat penting dalam memahami evolusi. Penjelasan Darwin tentang adaptasi melahirkan istilah seleksi alam. Seleksi alam merupakan sebuah proses dimana individu yang memiliki sifat tertentu yang cenderung bertahan dan bereproduksi pada laju yang lebih tinggi dibandingkan individu lain.

Darwin mengajukan mekanisme seleksi alam untuk menjeaskan pola evolusi yang dapat diteliti. Darwin pertama kali membahas contoh umum dari pemuliaan tanaman dan hewan domestik. Manusia telah memodifikasi spesies lain dari generasi ke generasi dengan persilangan selektif untuk menghasilkan sifat unggul yang diinginkan. Proses ini dinamakan seleksi artifisial. Selanjutnya, Darwin mengemukakan proses yang mirip, yang juga terjadi di alam. Seleksi artifisial memiliki konsekuensi yaitu keturunan akan memiliki sedikit kemiripan dengan nenek moyangnya (Gambar 22).

Gambar 22: Seleksi artifisial pada tanaman mustard liar (Brassica oleracea)

Seleksi alam dapat disimpulkan dalam ide utama berikut:

    • Seleksi alam merupakan sebuah proses dimana individu yang memiliki sifat tertentu yang cenderung bertahan dan bereproduksi pada laju yang lebih tinggi dibandingkan individu lain.
    • Seiring waktu, seleksi alam dapat meningkatkan frekuens adaptasi yang dapat menguntungkan dalam lingkungan tertentu.
    • Jika terjadi perubahan lingkungan, atau jika individu berpindah ke lingkungan baru, seleksi alam mungkin dihasilkan dalam proses adaptasi terhadap lingkungan yang baru, yang terkadang memunculkan spesies yang baru pula.

Petunjuk dan Bukti Evolusi

Darwin mengajukan teori evolusi revolusionernya melalui seleksi alam. Bukti nyata untuk mendukung teorinya sangat sedikit. Darwin mengandalkan pengamatan alam, logika, dan hasil yang diperolehnya dari peternak yang memelihara hewan domestik. Sejak saat itu, mulai bermunculan bukti untuk mendukung teori Darwin.

Bukti evolusi dapat digolongkan menjadi dua yaitu: bukti bahwa seleksi alam dapat menghasilkan perubahan evolusioner, dan kedua, bukti dari catatan fosil bahwa evolusi telah terjadi.

Selain bukti dari studi seleksi alam dan fosil, informasi dari berbagai cabang ilmu biologi, seperti anatomi, biologi molekuler, dan biogeografi. Informasi dari berbagai bidang ilmu di atas anya dapat ditafsirkan secara ilmiah sebagai hasil evolusi.

1. Bukti adanya Seleksi Alam

Perubahan yang evolusioner dapat timbul dari proses yang bervariasi. Para ahli biologi revolusioner, menyetujui pendapat Darwin jika seleksi alam merupakan proses utama yang bertanggung jawab terhadap proses evolusi. Bukti-bukti yang ditemukan pada masa kini memungkinkan kita untuk menguji hipotesis bagaimana evolusi dijalankan dan mengkonfirmasi peran seleksi alam sebagai agen evolusi. Bukti-bukti tersebut didapatkan dari lapangan dan laboratorium, baik dari kondisi alami maupun buatan.

Burung finch di Kepulauan Galapagos adalah bukti sederhana evolusi terjadi karena seleksi alam. Ketika mengunjungi Kepulauan Galapagos, Darwin mengumpulkan 31 spesimen dari burung finch yang berasal dari tiga pulau. Darwin yang bukan ahli burung, mencoba mengidentifikasi dari paruhnya. Setelah Darwin kembali pulang, seorang ahli ontologi, John Gould memberitahu Darwin bahwa koleksinya dari Galapagos terkait erat dengan kelompok spesies yang berbeda, semua bagian mirip kecuali paruhnya.

Pada Gambar 23 dapat dilihat perbedaan paruh dari burung Finch yang ditemukan oleh Darwin. Ada burung finch pemakan biji, buah, serangga, dan tunas. Kesemua jenis paruh berbeda satu sama lain tergantung makanannya. Hubungan antara paruh dari tiap spesies finch dan sumber makanan meyakinkan Darwin bahwa seleksi alam telah membentuk keanekaragaman tersebut.

Penelitian Darwin mengungkapkan bahwa perbedaan antar spesies finch dalam ukuran dan bentuk paruh menandakan bahwa finch telah berevolusi dalam bentuk adaptasi terhadap sumber makanan yang bervariasi.

Gambar 23: Burung Finch yang dijumpai Darwin di Kepulauan Galapagos. Bentuk paruh bervariasi sesuai dengan sumber makanannya (Mason, 2017)

2. Bukti Evolusi dari Catatan Fosil

Bukti langsung yang mengarahkan bahwa evolusi benar-benar terjadi telah ditemukan pada catatan penemuan fosil. Fosil merupakan sisa-sisa tubuh organisme yang telah mati, yang telah terawetkan jutaan tahun. Fosil mencakup sampel yang terawetkan pada batu amber, lapisan es Siberia, dan gua-gua kering, dimana fosil terawetkan dalam bentuk bebatuan.

Gambar 24: Contoh fosil Archaeopteryx (Mason, 2017).

Proses pembentukan fosil jarang sekali terjadi. Umumnya, organisme telah membusuk bahkan sebelum ia terbentuk menjadi fosil. Banyak sekali fosil terawetkan dalam lapisan bebatuan dan tidak dapat dijangkau para ahli. Akibatnya, hanya sebagian kecil spesies di masa lampau yang telah diketahui melalui bukti fosil. Kendati demikian, sebagian kecil bukti fosil yang telah ditemukan cukup untuk membuktikan perjalanan evolusi dari waktu ke waktu.

Umur fosil dapat diperkirakan oleh para ahli melalui metode tertentu. Metode yang digunakan biasanya dengan cara menentukan umur bebatuan dimana fosil tersebut ditemukan. Dengan demikian, para ahli dapat menentukan umur fosil dengan akurat. Umur bebatuan yang lebih dalam umumnya lebih tua karena lapisan bebatuan baru terbentuk di atas lapisan sebelumnya.

Pada masa kini, ahli sains telah menentukan metode perkiraan umur fosil yang lebih akurat dengan  metode isotop. Ketika bebatuan terbentuk pada waktu-waktu tertentu, beberapa zat yang ada memiliki isotop yang berbeda antar waktu. Metode isotop yang digunakan misalkan isotop potassium (kalium). Isotop potassium digunakan karena waktu paruhnya sangat lama yaitu 1,25 milyar tahun. Isotop potassium membutuhkan waktu 1,25 milyar tahun untuk didegradasi setidaknya 50%. Waktu paruh isotop potassium yang lama dapat menentukan umur fosil dengan akurat. Untuk menentukan umur fosil yang diperkirakan terbentuk dalam waktu yang belum lama, digunakan isotop karbon. Waktu paruh isotop karbon kurang lebih 5700 tahun.

Ketika fosil diurutkan dari usia yang tua ke usia muda, maka fosil dapat memberikan bukti perubahan evolusioner yang sukses. Pada skala besar, dokumen catatan fosil memberikan gambaran kehidupan dari waktu ke waktu dimulai dari adanya organisme prokariotik hingga organisme multiseluler yang lebih kompleks. Selain itu catatan fosil juga mengungkapkan tentang berkurangnya keanekaragaman hayati seperti pada masa kepunahan massal.

Salah satu contoh bukti fosil utama tentang evolusi adalah fosil bukti evolusi kuda. Penelitian pada fosil kuda mengungkapkan beberapa kasus mengenai bagaimana evolusi terjadi karena adaptasi terhadap perubahan lingkungan. Evolusi kuda telah diajdikan sebuah contoh yang konsisten tentang perubahan evolusioner dari waktu ke waktu.

Gambar 25: Perubahan Evolusioner pada ukuran tubuh Kuda (Mason, 2017)

3. Bukti Anatomi untuk Evolusi (Homologi)

Selain fosil, kemiripan antar organisme yang berbeda juga dapat digunakan sebagai  bukti yang menunjukkan adanya evolusi. Evolusi merupakan keturunan dengan modifikasi, yang mungkin masih membawa kemiripan struktur dengan nenek moyangnya, atau keturunan dapat memiliki kemiripan struktur tubuh namun dengan fungsi yang berbeda. Kemiripan yang didapat dari nenek moyang dinamakan homologi.

Pandangan bahwa evolusi meerupakan pemodelan ulang mengarah ke prediksi bahwa spesies yang relatif dekat hubungannya, haruslah memiliki ciri yang mirip. Contohnya pada kaki depan mamalia, termasuk didalamnya manusia, kucing, lumba-lumba, dan kelelawar, menunjukkan susunan tulang yang sama dari pangkal ke ujung, meskipun fungsinya berbeda. Susunan dasar yang ada pada spesies mewakili variasi yang ada pada nenek moyangnya. Keadaan ini dinamakan struktur homologi (Gambar 26).

Gambar 26: struktur homologi tulang lengan pada mamalia (Urry, 2020)

Ahli biologi juga mengamati kemiripan struktur antar organisme pada tingkat molekuler. Semua bentuk kehidupan umumnya menggunakan pola kode genetik yang sama, yang menunjukkan bahwa seluruh spesies diturunkan dari nenek moyang yang juga menggunakan kode genetik tersebut.

4. Evolusi Konvergen

Organisme yang terkait erat berbagi karakteristikkarena keturunan yang sama, selain itu organisme yang berkerabat jauh pun dapat menyerupai satu sama lain karena adanya evolusi konvergen. Evolusi konvergen merupakan evolusi bebas dari ciri yang mirip pada garis keturunan yang berbeda. Contohnya pada marsupialia dan eutherian. Beberapa jenis marsupialia memiliki kemiripan dengan eutherian (Tupai, salah satu mamalia yang memiliki plasenta). Marsupialia australia, sugar glider, memiliki kemiripan dengan tupai terbang yang hidup di hutan Amerika Utara (Gambar 27). Kemiripan akibat evolusi konvergen dinamakan analog. Ciri yang analog memiliki fungsi yang mirip namun berbeda nenek moyang.

Gambar 27: Evolusi konvergen (Urry, 2020)

Variasi Genetik

Darwin telah memberikan banyak buktibahwa kehidupan di Bumi telah berevolusi dari waktu ke waktu, dan dia mengusulkanseleksi alam sebagai mekanisme utama evolusi. Darwin mengamati bahwa individu memiliki sifat yang berbeda dan seleksi ada pada perbedaan tersebut. Darwin meyakini bahwa pewarisan sifat adalah prasyarat adanya evolusi, akan tetapi Darwin belum memahami bagaimana mekanismenya. Beberapa tahun selepas Darwin mempublikasikan bukunya, J.G. Mendel menulis garis besar pewarisan sifat pada kacang polong, dimana merupakan model bagaimana organisme menurunkan unit pewarisan sifat (gen) ke keturunannya.

Individu dalam spesies bervariasi dalam ekspresi fenotipnya. Manusia misalnya, sangat bervariasi dalam hal ciri khas wajah, tinggi badan, dan pola suara. Selain sifat yang dapat diamati, sifat yang tidak dapat diamati langsung seperti golongan darah, juga dapat bervariasi antar individu. Variasi fenotip dapat menimbulkan adanya variasi genetik. Variasi genetik merupakan perbedaan antar individu pada komposisi gen atau sekuen DNA. Perbedaan fenotip yang dapat diwariskan misalkan pada fenotip warna bunga kacang polong. Variasi dalam fenotip dapat dikendalikan oleh satu gen tunggal, dua gen, atau lebih.

Variasi genetik dalam tingkat gen dapat diukur berdasarkan persentase rata-rata dari lokus yang bersifat heterozigot. Pada lalat buah Drosophila melanogaster memiliki gen heterozigot sekitar 1920 lokus diantara 13.700 total lokus yang dimiliki, dapat dihitung bahwa persentase variasi genetiknya sekitar 14%. Variasi genetik juga dapat diukur pada tingkat molekuler, yaitu pada level DNA, namun variasi dalam tingkat ini memiliki kemungkinan yang kecil untuk menghasilkan variasi fenotip. Hal ini dikarenakan variasi pada tingkat nukleotida terjadi pada segmen intron yang merupakan segmen non pengkode sehingga tidak ikut diekspresikan, dan jika terjadi pada ekson, maka kebanyakan tidak menimbulkan penggantian pada asam amino yang dikode.

Variasi fenotip tidak dihasilkan dari perbedaan genetik antar individu, namun juga dihasilkan melalui pengaruh lingkungan. Variasi genetik menyediakan dasar untuk perubahan evolusioner, maka dari itu tanpa variasi genetik, maka tidak akan terjadi evolusi.

Variasi genetik terjadi ketika mutasi, duplikasi gen, atau proses lain menghasilkan alel dan gen baru. Variasi genetik dapat dibentuk secara cepat dalam waktu yang singkat. Reproduksi seksual juga mampu menghasilkan variasi genetik baru karena terdapat pengaturan gen.

1. Pembentukan Formasi Alel Baru

Alel baru dapat dimunculkan oleh peristiwa mutasi, yaitu sebuah perubahan dalam sekuen nukleotida dalam DNA. Mutasi dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti kesalahan replikasi DNA, paparan sinar UV,  radiasi berenergi tinggi, atau paparan senyawa kimia tertentu. Perubahan pada satu basa dalam satu gen dinamakan mutasi titik, yang dapat menimbulkan efek yang besar pada fenotip. Organisme dari waktu ke waktu menghasilkan fenotip yang cenderung cocok bagi lingkungannya, namun mutasi kadang menghasilkan fenotip baru yang cukup berbahaya.

Pada beberapa peristiwa, seleksi alam mungkin dapat menghilangkan alel yang berbahaya dengan cepat. Pada organisme diploid, alel berbahaya yang resesif dapat disembunyikan, dan baru akan muncul jika dalam kondisi homozigot. Pada organisme multiseluler, hanya mutasi yang terjadi pada sel yang memproduksi gamet yang akan diwariskan ke keturunan. Mutasi pada sel somatik tidak akan diwariskan.

2. Perubahan Jumlah dan Posisi Gen

Perubahan kromosom dimana terjadi penghapusan, gangguan, atau perubahan susunan banyak lokus biasanya berbahaya. Akan tetapi ketika perubahan besar tersebut, gen tetap utuh, maka tidak akan berpengaruh pada fenotip. Dalam kasus yang jarang terjadi, penataan ulang kromosombahkan  bermanfaat. Misalnya, translokasibagian dari satu kromosom ke kromosom yang berbeda dapat menghubungkan gen-gen yang dapat menimbulkan efek yang positif.

Sumber potensial dari variasi adalah duplikasi gen yang dihasilkan dari kesalahan selama meiosis (seperti pindah silang), tumpang tindih selama replikasi DNA atau aktivitas elemen transposabel. Duplikasi segmen kromosom besar seperti abrasi kromosom umumnya berbahaya, akan tetapi duplikasi pada sebagian kecil DNA umumnya tidak berbahaya. Duplikasi genyang tidak memiliki efek parah dapat bertahan dari generasi ke generasi,memungkinkan mutasi terakumulasi. Hasilnya adalah genom yang diperluas dengan gen-gen baru yang memiliki fungsi yang baru. Peningkatan jumlah gen mungkin berperan besar dalam evolusi. Contohnya adalah nenek moyang mamalia hanya memiliki satu gen untuk mendeteksi bau yang mungkin telah diduplikasi selama kurun waktu hingga saat ini, misalnya manusia modern memiliki setidaknya 380 gen reseptor olfaktori yang fungsional dan tikus memiliki 1200 gen.

3. Reproduksi Cepat dan Seksual

Laju mutasi pada tumbuhan dan hewan berjalan cukup lambat, sekitar 1 mutasi pada tiap 100.000 gen per generasi. Akan tetapi prokariot memiliki banyak generasi per satuan waktu, sehingga mutasi pada prokariot dapat menimbulkan variasi genetik dalam populasinya. Dalam hal ini, virus juga memiiliki laju mutasi yang sangat cepat, terutama virus dengan genom RNA karena laju reproduksinya juga sangat cepat.

Selain itu, variasi genetik dapat muncul akibat reproduksi secara seksual. Pada reproduksi seksual, mayoritas variasi genetik timbul akibat kombinasi alel yang unik  yang didapatkan individu dari induknya. Pada tingkat molekuler, variasi genetik yang ada tentu saja dihasilkan dari mutasi yang terjadi pada masa lampau. Reproduksi seksual akan mengacak alel yang ada dan menghasilkan genotip anak secara acak/random.

Mekanisme yang melibatkan pengacakan kromosom meliputi peristiwa pindah silang, pemisahan kromosom secara bebas, dan fertilisasi. Ketiga mekanisme secara bersamaan memastikan bahwa reproduksi seksual mengatur kembali alel yang telah ada menjadi kombinasi yang baru pada tiap generasi. Peristiwa ini menjadikan sebuah variasi genetik yang baru yang memungkinkan evolusi terjadi.

Hukum Hardy-Weinberg

Sebuah populasi didefinisikan sebagai kelompok individu dalam spesies yang sama, yang hidup dalam satu daerah dan saling membastar, menghasilkan keturunan yang fertil. Populasi dari spesies yang berbeda/melakukan persilangan, kemungkinan terisolasi secara geografis sehingga jarang terjadi pertukaran materi genetik, misalnya spesies yang hidup di pulau atau danau yang terpisah/terisolir.

Kita dapat mengidentifikasi susunan genetik suatu populasi dengan menggambarkan kumpulan gennya atau gene pool, yang terdiri dari semua salinan setiap jenis alel pada setiap lokus di semua anggota populasi. Jika hanya ada satu alel untuk lokus tertentu dalam sebuah populasi, maka alel tersebut dipastikan ada dalam kumpulan gen dan semua individunya homozigot. Akan tetapi jika dalam satu lokus ada dua atu lebih alel, maka individu dalam populasi tersebut dapat bersifat homozigot atau heterozigot.

Keberadaan variasi dalam populasi tidak menjamin terjadinya evolusi dalam populasi tersebut. Agar evolusi dapat berlangsung, diperlukan beberapa faktor yang terlibat. Setelah peninjauan ulang penelitian Mendel, Godfrey H. Hardy, seorang matematikawan Inggris dan Wilhelm Weinberg, seorang fisikawan Jerman, pada tahun 1908 memecahkan teka-teki mengapa variasi genetik mampu bertahan. Penelitian keduanya didasarkan atas kebingungan mengapa setelah sekian generasi, sebuah populasi tidak dikomposisikan semata-mata hanya individu dengan fenotipe dominan. Kesimpulan yang mereka dapatkan adalah komposisi asli dari genotipe dalam populasi akan tetap konstan/stabil dari generasi ke generasi, selama keadaan berikut:

  • Tidak ada mutasi
  • Tidak ada gen yang ditransfer dari atau ke sumber lain atau tidak ada aliran gen (tidak ada migrasi)
  • Perkawinan dilakukan secara acak
  • Ukuran populasi yang sangat besar
  • Tidak ada seleksi alam

(Urry, 2020; Mason, 2017).

Karena tidak ada perubahan proporsi genotip, maka dikatakan populasi tersebut dalam Kesetimbangan Hardy-Weinberg.

Contoh kondisi kesetimbangan Hardy-Weinberg adalah pada populasi tanaman wildflower. Sebuah populasi wildflower memiliki 500 individu dengan dua alel yaitu CR dan CW, lokus ini mengkode warna bunga. Tiap genotip memiliki fenotip yang berbeda (dominan tidak sempurna), antara lain genotip CRCR memiliki fenotip warna merah, CWCW memiliki fenotip warna putih, dan CRCW memiliki fenotip warna pink.

Gambar 28: Ilustrasi Genotip dan fenotip wildflower (Urry, 2020)

Tiap genotip dan tiap alel memiliki frekuensi/proporsi dalam populasi, untuk mengetahui bagaimana perhitungan frekuensi alel dan genotip tersebut, anggap populasi wildflower memiliki 320 tanaman bunga merah, 160 tanaman bunga pink, dan 20 tanaman warna putih. Frekuensi tiap genotipe dapat dihitung sebagai berikut:

    • Genotip CRCR (bunga warna merah) memiliki frekuensi 0.64 (320/500)
    • Genotip CRCW (bunga warna pink) memiliki frekuensi 0.32 (160/500)
    • Genotip CWCW (bunga warna putih) memiliki frekuensi 0.04 (20/500)

Sedangkan frekuensi alel dapat dihitung dengan cara yang sama dengan frekuensi genotip, tetapi karena wildflower merupakan organisme diploid, dan tiap genotip adalah dua alel maka  jumlah keseluruhan alel adalah dua kali frekuensi genotip, yaitu 1000 alel. Maka, frekuensi tiap alel dapat dihitung sebagai berikut:

    • Jumlah total alel CR dari genotip CRCR dan CRCW= (320x2)+(160x1) = 800 alel
    • Jumlah total alel CW dari genotip CWCW dan CRCW= (160x1)+(20x2)=  200 alel

Total jumlah kedua alel adalah 1000 alel.

Ketika mempelajari dua lokus alel, maka digunakan pelambangan yang berbeda untuk dua alel yang berbeda, yaitu p dan q. jika diterapkan pada contoh wildflower diatas, dimana terdapat dua alel, maka alel CR menggunakan lambang p; sedangkan alel CW menggunakan lambang q. maka frekuensi alel p adalah 0.8 atau 80%; dan frekuensi alel q= 1-p (1-0,8=0.2 atau 20%). Untuk lokus dengan lebih dari dua alel, maka jumlah keseluruhan alel tetap 1 atau 100%.

Jika bunga wildflower akan melakukan persilangan, maka peluang gamet yang akan dibentuk mengikuti persentase masing-masing alel, dimana untuk frekuensi alel p adalah 80%; dan frekuensi alel q adalah 20%, maka tiap ovum dan sperma yang mengandung alel CR adalah 80%, dan tiap ovum dan sperma yang mengandung alel CW adalah 20%.

Bagaimana dengan peluang frekuensi keturunan yang akan dihasilkan?

Dengan menggunakan aturan perkalian, maka dapat dihitung frekuensi dari tiga kemungkinan genotip yang akan dihasilkan, dengan asumsi sperma dan ovum berpasangan secara bebas.

    • Peluang munculnya keturunan dengan alel CRCR adalah pxp= p2 = 0.8x0.8 = 0.64 atau 64%
    • Peluang munculnya keturunan dengan alel CWCW adalah qxq= q2 = 0.2x0,2 = 0.04 atau 4%
    • Peluang munculnya keturunan dengan alel CRCW adalah pxq= pq = 0.8x0,2= 0,16 atau 16%, karena ada dua genotip CRCW maka peluang keturunan dengan alel CRCW merupakan jumlah total peluang alel CRCW , yaitu 0,16+0,16= 0,32 atau 32%

Persilangan selengkapnya tersaji dalam Gambar 29 berikut.

Gambar 29: Ilustrasi persilangan wildflower yang memenuhi kesetimbangan Hardy-Weinberg (Urry, 2020).

Jika  jumlah keseluruhan frekuensi fenotip generasi selanjutnya harus sama dengan satu, maka persamaan untuk menggambarkan kesetimbangan Hardy-Weinberg dinyatakan dalam bentuk:

P2 + 2pq + q2 = 1

Persamaan inilah yang dinamakan Persamaan Hardy-Weinberg.

0 Komentar